AKTA OTENTIK SEBAGAI ALAT BUKTI YANG SEMPURNA
AKTA OTENTIK SEBAGAI ALAT BUKTI YANG SEMPURNA
I. Pendahuluan
Akta otentik menurut ketentuan pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yaitu ”Suatu akta otentik ialah suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat di mana akta dibuatnya.”
Berdasarkan definisi tersebut diketahui bahwa suatu akta dapat dikatakan sebagai akta otentik harus memenuhi syarat-syarat yaitu dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang, dibuat oleh seorang pejabat atau pegawai umum, dan pejabat atau pegawai umum tersebut harus berwenang untuk membuat akta tersebut ditempat di mana akta dibuat.
Karena dibuat oleh seorang pejabat atau pegawai umum, maka akta otentik memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna. Hal ini dikarenakan pejabat atau pegawai umum tersebut mendapatkan kepercayaan dari negara untuk menjalankan sebagian fungsi administratif negara, sehingga legalitasnya dapat dipastikan. Selain itu, seorang pejabat atau pegawai umum juga tidak memiliki keberpihakan dalam pembuatan akta.
Alasan lain akta otentik dikatakan sebagai alat bukti yang sempurna, karena akta otentik memiliki tiga kekuatan pembuktian, yaitu :
1. Kekuatan Pembuktian Lahiriah
Suatu akta otentik yang dapat membuktikan dirinya tanpa adanya penjelasan dari orang lain.
2. Kekuatan Pembuktian Formal
Keterangan-keterangan yang ada dalam akta ini secara formal benar adanya. Sebenar-benarnya disini bisa saja tidak benar karena penghadap berbohong. Kebenaran formal ini mengikat para pihak, para ahli waris dan para pihak yang menerima haknya.
3. Kekuatan Pembuktian Materiil
Isi materi dari apa yang ada dalam akta itu adalah dijamin benar adanya. Karena yang membuat dan menyusun adalah pejabat umum. Kebenaran materiil ini mengikat para pihak, para ahli waris dan para pihak yang menerima haknya.
Dari alasan-alasan yang diuraikan di atas dapat diketahui bahwa akta otentik merupakan suatu alat bukti yang sempurna, yaitu apabila akta otentik diajukan sebagai alat bukti dalam suatu persidangan, maka tidak diperlukan bukti pendukung lain yang menyatakan bahwa akta otentik tersebut benar. Hal ini dikarenakan suatu akta otentik telah dapat dipastikan kebenarannya.
Untuk memahami mengenai akta otentik, apa perbedaan akta otentik dengan akta dibawah tangan, serta mengapa akta otentik merupakan alat bukti yang sempurna, maka akan dibahas lebih lanjut dalam makalah ini.
II. Pengertian Akta, Jenis Akta, Akta Autentik dan Alat Bukti
A. Pengertian Akta dan Jenis Akta
Akta menurut Veegens-Oppenheim-Polak DL.III 1934 hlm. 459 yang diterjemahkan oleh Tan Thong Kie adalah suatu tulisan yang ditandatangani dan dibuat untuk dipergunakan sebagai alat bukti.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, akta adalah surat tanda bukti berisi pernyataan (keterangan, pengakuan, keputusan, dan sebagainya) tentang peristiwa hukum yang dibuat menurut peraturan yang berlaku, disaksikan, dibuat, dan disahkan oleh pejabat resmi.
Akta terdiri atas dua jenis, yaitu akta otentik dan akta dibawah tangan. Untuk akta otentik akan dibahas pada uraian selanjutnya. Selain akta otentik, jenis akta lainnya adalah akta yang dibuat bukan dihadapan Notaris atau pejabat resmi yang berwenang untuk membuat akta itu. Ada beberapa jenis akta bawah tangan, yaitu:
1) Akta bawah tangan yang dibuat oleh pihak yang terlibat tanpa ada campur tangan Notaris.
2) Akta bawah tangan yang dibuat oleh pihak-pihak yang berkepentingan lalu didaftarkan ke Notaris. Proses pembuatan kesepakatan dan penandatangan akta dilakukan tidak dihadapan Notaris serta tidak melibatkan Notaris. Setelah perjanjian disepakati dan selesai ditandatangani lalu akta tersebut dibawa ke Notaris. Pihak Notaris selanjutnya melakukan pendataan dan mencantumkan akta tersebut dalam buku khusus. Meskipun demikian, kekuatan hukumnya tetap tidak sekuat akta otentik.
3) Akta bawah tangan yang dilegalisasi oleh Notaris. Sedikit berbeda dengan kedua akta bawah tangan sebelumnya, pada akta bawah tangan jenis ini penandatanganan dilakukan di hadapan Notaris. Jadi, pihak-pihak yang memiliki kepentingan menghadap ke Notaris sambil membawa perjanjian yang telah disepakati. Akta bawah tangan jenis ini dilakukan untuk memastikan kebenaran dan keaslian dari pihak yang bertanda tangan. Selain itu juga dilakukan untuk memastikan keabsahan dan kepastian tanggal dilakukannya tanda tangan itu. Secara sekilas jenis akta bawah tangan ini tidak berbeda dengan akta otentik. Meskipun demikian, terdapat perbedaan mendasar di antara keduanya. Perbedaannya, yaitu jika akta bawah tangan yang dilegalisasi proses pembuatan perjanjiannya tidak melibatkan Notaris. Notaris hanya berperan saat terjadi penandatanganan perjanjian dan penandatanganan akta dilakukan di hadapan Notaris. Sementara itu, akta otentik seluruh prosesnya melibatkan peran Notaris, mulai dari penyusunan isi perjanjian hingga penandatanganan perjanjian.
Kekuatan hukum sebuah akta di bawah tangan tidak sekuat akta otentik. Ada beberapa alasan sebuah akta otentik lebih kuat posisinya di mata hukum jika dibandingkan dengan akta di bawah tangan. Akta di bawah tangan tidak memiliki kepastian pada tanggal berlakunya perjanjian dan tidak dapat dipastikan atau dijamin keaslian tanda tangan para pihak yang terlibat. Timbulnya kesulitan ini karena pihak penandatangan bisa saja berkelit dan tidak mengakuinya.
Akta bawah tangan rentan untuk hilang karena negara melalui Notaris tidak mempunyai minuta akta dari perjanjian tersebut. Ketiadaan minuta akta itu berdampak pada isi dan jenis perjanjian itu. Akta bawah tangan itu dapat diubah isinya atau dipalsukan.
Berbeda dengan akta otentik, sebuah akta di bawah tangan tidak memiliki kekuatan untuk melakukan eksekusi. Meskipun dibuat klausul atau poin tentang hukuman di perjanjian tersebut, tetap tidak memiliki kekuatan eksekusi. Hal ini dikarenakan pembuatannya tidak dilakukan di depan pejabat umum negara. Hanya negara yang mempunyai kekuatan untuk melakukan eksekusi.
Perbedaan terbesar antara akta otentik dan akta yang dibuat di bawah tangan, ialah :
1) Akta otentik mempunyai tanggal yang pasti, sedang mengenai tanggal dari akta yang dibuat di bawah tangan tidak selalu demikian;
2) Grosse dari akta otentik dalam beberapa hal mempunyai kekuatan eksekutorial seperti putusan Hakim, sedang akta yang dibuat di bawah tangan tidak pernah mempunyai kekuatan eksekutorial;
3) Kemungkinan akan hilangnya akta yang dibuat di bawah tangan lebih besar dibandingkan dengan akta otentik.
B. Pengertian Akta Otentik
Pengertian akta otentik menurut ketentuan Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yaitu ”Suatu akta otentik ialah suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat di mana akta dibuatnya.”
Menurut Sudikno Mertokusumo, akta otentik adalah surat yang diberi tanda tangan, yang memuat peristiwa yang menjadi dasar suatu hak atau perikatan, yang dibuat sejak semua dengan sengaja untuk pembuktian.
Berdasarkan definisi tersebut, syarat agar suatu akta menjadi akta otentik adalah :
1) Akta otentik harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang. Maksud dari bentuk yang ditentukan undang-undang dalam hal ini adalah bahwa akta tersebut pembuatannya harus memenuhi ketentuan undang-undang, khusunya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (UUJN).
2) Akta otentik tersebut harus dibuat dihadapan atau oleh pejabat umum (openbaar ambtenaar). Kata ”dihadapan” menunjukkan bahwa akta tersebut dibuat atas permintaan seseorang, sedangkan akta yang dibuat ”oleh” pejabat umum karena adanya suatu kejadian, pemeriksaan, keputusan, dan sebagainya (berita acara rapat, protes wesel, dan lain-lain).
3) Pejabat yang membuat akta tersebut harus berwenang untuk maksud itu di tempat akta tersebut dibuat. Berwenang (bevoegd) dalam hal ini khususnya menyangkut : (1) jabatannya dan jenis akta yang dibuatnya; (2) hari dan tanggal pembuatan akta; dan (3) tempat akta dibuat.
C. Pengertian Alat Bukti
Dalam Black’s Law Dictionary disebutkan bahwa alat bukti adalah ” Evidence is any species of proof,or probative matter, legally presented at the trial of an issue, by the act os the partnes and through the medium of witnesses, record, documents, exhibits, concrete objects, etc, for the purpose of including belief in the mind of the court of jury as to their contention” . (Alat bukti adalah semua jenis bukti yang secara legal disajikan di depan persidangan oleh suatu pihak dan melalui sarana saksi, catatan, dokumen, peragaan, benda-benda konkrit dan lain sebagainya, dengan tujuan untuk menimbulkan keyakinan pada Hakim).
Dalam Hukum Perdata, menurut ketentuan Pasal 1866 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) menyatakan bahwa “Alat-alat bukti terdiri atas : bukti tulisan; bukti dengan saksi-saksi; persangkaan-persangkaan; pengakuan; dan sumpah.”
Dalam Hukum Pidana, macam-macam alat bukti diatur dalam ketentuan Pasal 184 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), terdiri atas : “keterangan saksi; keterangan ahli; surat; petunjuk; dan keterangan terdakwa”
Alat bukti yang diajukan dalam acara persidangan di Pengadilan dapat dikategorikan sebagai :
- alat bukti yang mencapai batas minimal yang ditentukan hukum dan
- alat bukti yang tidak mencapai batas minimal; dimana yang terakhir dapat dikategorikan menjadi 2 bagian lagi yaitu : - alat bukti yang tidak sah / tidak memenuhi syarat dan - alat bukti permulaan ( begin van bewijs ).
Yang dimaksud dengan alat bukti minimal menurut M Yahya Harapan : Secara teknis dan populer dapat diartikan yaitu suatu jumlah alat bukti yang sah yang paling sedikit harus terpenuhi, agar alat bukti itu mempunyai nilai kekuatan pembuktian untuk mendukung kebenaran yang didalilkan atau dikemukakan; apabila alat bukti yang diajukan di persidangan tidak mencapai batas minimal, alat bukti itu tidak mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang cukup untuk membuktikan kebenaran dalil atau peristiwa maupun pernyataan yang dikemukakan.
Alat bukti yang sah/ memenuhi syarat adalah alat bukti yang memenuhi syarat formil dan materiil, apabila alat bukti yang diajukan tidak memenuhi ke 2 syarat tersebut, maka alat bukti tersebut tidak sah sebagai alat bukti dan oleh karena itu tidak memenuhi batas minimal pembuktian.
Alat bukti permulaan adalah alat bukti yang tidak memenuhi batas minimal pembuktian apabila tidak ditambah paling sedikit satu alat bukti lagi, contohnya sebagaimana tercantum dalam Pasal 1905 KUHPdt juncto pasal 169 HIR asas seorang saksi bukanlah saksi ( unus testis nullus testis ). Agar dapat memenuhi ketentuan batas minimal, maka perlu ditambah satu alat bukti lagi.
Patokan yang dapat digunakan agar alat bukti yang diajukan di persidangan mencapai batas minimal pembuktian adalah tidak tergantung pada jumlah alat bukti (faktor kuantitas) namun pada faktor kualitas alat bukti yaitu alat bukti yang memenuhi syarat formil dan materiil. Setiap alat bukti mempunyai syarat formil dan materiil yang berbeda-beda, misalnya alat bukti saksi :
Syarat formil :
- orang yang tidak dilarang menjadi saksi ( Pasal 1910 KUHPdt, pasal 145 jo pasal 172 HIR );
- mengucapkan sumpah menurut agama atau kepercayaannya sesuai pasal 1911 KUHPdt
Syarat materiil :
- keterangan yang diberikan berisi segala sebab pengetahuan bukan berdasarkan pendapat atau dugaan yang diperoleh dengan menggunakan pikiran sesuai Pasal 1907 KUHPdt jo pasal 171 HIR;
- keterangan yang diberikan saling bersesuaian dengan yang lain atau alat bukti lain ( Pasal 1906 KUHPdt jo pasal 170 HIR ).
Tidak seperti didalam sistem pembuktian dalam Hukum Pidana ( yang tidak mengenal alat bukti yang mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna dan menentukan ), maka didalam sistem pembuktian dalam Hukum Perdata, setiap alat bukti memiliki batas minimal dan nilai kekuatan pembuktian yang berbeda-beda.
III. Akta Otentik Sebagai Alat Bukti yang Sempurna
Sebuah akta otentik merupakan dokumen yang sah dan dapat menjadi alat bukti yang sempurna. Sempurna di sini berarti Hakim menganggap semua yang tertera dalam akta merupakan hal yang benar, kecuali ada akta lain yang dapat membuktikan isi akta pertama tersebut salah. Oleh karena itu, pembuatan sebuah akta otentik menjadi sesuatu yang penting. Memiliki akta otentik berarti kita memiliki bukti atau landasan yang kuat di mata hukum.
Ada beberapa alasan yang menunjang kekuatan hukum sebuah akta otentik. Akta otentik dibuat di hadapan seorang pejabat umum negara sehingga legalitasnya dapat dipastikan, ditambah lagi bahwa seorang pejabat umum negara tidak memiliki keberpihakan dalam pembuatan akta. Hal ini berbeda dengan akta yang dibuat sendiri, meskipun disaksikan pihak ketiga, tetapi hal itu tidak dapat menjadi sebuah jaminan. Dapat saja pihak-pihak yang terlibat pembuatan akta menyangkal keterlibatannya. Hal ini dapat saja terjadi karena mereka mempunyai kepentingan sendiri-sendiri.
Hal lain yang membuat akta otentik memiliki kekuatan hukum adalah karena akta otentik memiliki minuta akta yang disimpan oleh negara melalui Notaris. Akan sangat kecil kemungkinan akta otentik hilang. Bukan hanya itu, jika seorang menyangkal isi atau keberadaan akta otentik maka akan mudah untuk diperiksa kebenarannya.
Kekuatan pembuktian akta otentik adalah akibat langsung yang merupakan keharusan dari ketentuan perundang-undangan, bahwa harus ada akta-akta otentik sebagai alat pembuktian dan dari tugas yang dibebankan oleh undang-undang kepada pejabat-pejabat atau orang-orang tertentu. Dalam pemberian tugas inilah terletak pemberian tanda kepercayaan kepada para pejabat itu dan pemberian kekuatan pembuktian kepada akta-akta yang mereka buat. Sebab jika tidak demikian untuk apa menugaskan kepada mereka untuk ”memberikan keterangan dari semua apa yang mereka saksikan di dalam menjalankan jabatan mereka” atau untuk ”merelatir secara otentik semua apa yang diterangkan oleh para penghadap kepada Notaris, dengan permintaan agar keterangan-keterangan mereka itu dicantumkan dalam suatu akta dan menugaskan mereka untuk membuat akta mengenai itu.
Menurut pendapat yang umum yang dianut, pada setiap akta otentik, dengan demikian juga pada akta Notaris, dibedakan tiga kekuatan pembuktian, yakni :
a. Kekuatan Pembuktian Lahiriah (Uitwendige Bewijsracht).
Dengan kekuatan pembuktian lahiriah ini dimaksudkan kemampuan dari akta itu sendiri untuk membuktikan dirinya sebagai akta otentik. Kemampuan ini menurut Pasal 1875 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) tidak dapat diberikan kepada akta yang dibuat di bawah tangan; akta yang dibuat di bawah tangan baru berlaku sah, yakni sebagai yang benar-benar berasal dari orang, terhadap siapa akta itu dipergunakan, apabila yang menandatanganinya mengakui kebenaran dari tanda tangannya itu atau apabila itu dengan cara yang sah menurut hukum dapat dianggap sebagai telah diakui oleh yang bersangkutan.
Lain halnya dengan akta otentik. Akta otentik membuktikan sendiri keabsahannya atau seperti yang lazim disebut dalam bahasa latin : ”acta publica probant sese ipsa”. Apabila suatu akta kelihatannya sebagai akta otentik, artinya menandakan dirinya dari luar, dari kata-katanya sebagai yang berasal dari seorang pejabat umum, maka akta itu terhadap setiap orang dianggap sebagai akta otentik, sampai dapat dibuktikan bahwa akta itu adalah tidak otentik.
Sepanjang mengenai kekuatan pembuktian lahiriah ini, yang merupakan pembuktian lengkap dengan tidak mengurangi pembuktian sebaliknya maka ”akta partij” dan ”akta pejabat” dalam hal ini adalah sama. Sesuatu akta yang dari luar kelihatannya sebagai akta otentik, berlaku sebagai akta otentik terhadap setiap orang; tanda tangan dari pejabat yang bersangkutan (notaris) diterima sebagai sah.
Seperti yang telah dikatakan sebelumnya, kekuatan pembuktian lahiriah ini tidak ada pada akta yang dibuat dibawah tangan. Sepanjang mengenai pembuktian hal ini merupakan satu-satunya perbedaan akta otentik dan akta yang dibuat di bawah tangan. Kalaupun ada perbedaan-perbedaan lain yang membedakan akta otentik dari akta yang dibuat di bawah tangan, seperti misalnya memiliki kekuatan eksekutorial, keharusan berupa akta otentik untuk beberapa perbuatan hukum tertentu dan lain-lain perbedaan, semuanya itu tidak mempunyai hubungan dengan hukum pembuktian.
b. Kekuatan Pembuktian Formal (Formele Bewijskracht)
Dengan kekuatan pembuktian formal ini oleh akta otentik dibuktikan, bahwa pejabat yang bersangkutan telah menyatakan dalam tulisan itu, sebagaimana yang tercantum dalam akta itu dan selain dari itu kebenaran dari apa yang diuraikan oleh pejabat dalam akta itu sebagai yang dilakukannya dan disaksikannya di dalam menjalankan jabatannya itu. Dalam arti formal, sepanjang mengenai akta pejabat (ambtelijke akte), akta itu membuktikan kebenaran dari apa yang disaksikan, yakni yang dilihat, didengar, dan juga dilakukan sendiri oleh Notaris sebagai pejabat umum di dalam menjalankan jabatannya.
Pada akta yang dibuat di bawah tangan kekuatan pembuktian ini hanya meliputi kenyataan, bahwa keterangan itu diberikan apabila tanda tangan itu diakui oleh yang menandatanganinya atau dianggap sebagai telah diakui sedemikian menurut hukum.
Dalam arti formal, maka terjamin kebenaran/ kepastian tanggal dari akta itu, kebenaran tanda tangan yang terdapat dalam akta itu, identitas dari orang-orang yang hadir (comparanten), demikian juga tempat di mana akta itu dibuat dan sepanjang mengenai akta partij, bahwa para pihak ada menerangkan seperti yang diuraikan dalam akta itu, sedang kebenaran dari keterangan-keterangan itu sendiri hanya pasti antara pihak-pihak sendiri (demikian menurut pendapat yang umum).
Sepanjang mengenai kekuatan pembuktian formal ini juga dengan tidak mengurangi pembuktian sebaliknya yang merupakan pembuktian lengkap, maka akta partij dan akta pejabat dalam hal ini adalah sama, dengan pengertian bahwa keterangan pejabat yang terdapat di dalam kedua golongan akta itu ataupun keterangan dari para pihak dalam akta, baik yang ada di dalam akta partij maupun di dalam akta pejabat, mempunyai kekuatan pembuktian formal dan berlaku terhadap setiap orang, yakni apa yang ada dan terdapat di atas tanda tangan mereka.
c. Kekuatan Pembuktian Material (Materiele Bewijskracht)
Sepanjang yang menyangkut kekuatan pembuktian material dari suatu akta otentik, terdapat perbedaan antara keterangan dari Notaris yang dicantumkan dalam akta itu dan keterangan dari para pihak yang tercantum di dalamnya. Tidak hanya kenyataan, bahwa adanya dinyatakan sesuatu yang dibuktikan oleh akta itu, akan tetapi juga isi dari akta itu dianggap dibuktikan sebagai yang benar terhadap setiap orang, yang menyuruh adakan/buatkan akta itu sebagai tanda bukti terhadap dirinya atau yang dinamakan ”preuve preconstituee”; akta itu mempunyai kekuatan pembuktian material. Kekuatan pembuktian inilah yang dimaksud dalam Pasal 1870, 1871, dan 1875 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata);
Pasal 1870 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) :
”Suatu akta otentik memberikan di antara para pihak beserta ahli waris-ahli warisnya atau orang-orang yang mendapat hak dari mereka, suatu bukti yang sempurna tentang apa yang di muat di dalamnya”.
Pasal 1871 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) :
”Suatu akta otentik namunlah tidak memberikan bukti yang sempurna tentang apa yang termuat di dalamnya sebagai suatu penuturan belaka. Selain sekadar apa yang dituturkan itu ada hubungan langsung dengan pokok isi akta”.
Pasal 1875 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) :
”Suatu tulisan di bawah tangan yang diakui oleh orang terhadap siapa tulisan itu hendak dipakai, atau yang dengan cara menurut undang-undang dianggap sebagai diakui, memberikan terhadap orang-orang yang menandatanganinya serta para ahli warisnya dan orang-orang yang mendapat hak dari pada mereka, bukti yang sempurna seperti suatu akta otentik, dan demikian pula berlakulah ketentuan Pasal 1871 untuk tulisan itu”.
antara para pihak yang bersangkutan dan para ahli waris serta penerima hak mereka akta itu memberikan pembuktian yang lengkap tentang kebenaran dari apa yang tercantum dalam akta itu, dengan pengecualian dari apa yang dicantumkan di dalamnya sebagai hanya suatu pemberitahuan belaka (blote mededeling) dan yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan yang menjadi pokok dalam akta itu.
Karena akta itu, isi keterangan yang dimuat dalam akta itu berlaku sebagai yang benar, isinya itu mempunyai kepastian sebagai yang sebenarnya, menjadi terbukti dengan sah di antara pihak dan para ahli waris serta para penerima hak mereka, dengan pengertian :
1. bahwa akta itu, apabila dipergunakan di muka pengadilan, adalah cukup dan bahwa hakim tidak diperkenankan untuk meminta tanda pembuktian lainnya disamping itu;
2. bahwa pembuktian sebaliknya senantiasa diperkenankan dengan alat-alat pembuktian biasa, yang diperbolehkan untuk itu menurut undang-undang.
Di atas dikatakan, bahwa suatu akta otentik, apabila dipergunakan di muka pengadilan, adalah cukup dan hakim tidak diperkenankan untuk meminta tanda pembuktian lainnya di samping itu. Walaupun pada umumnya dianut yang dinamakan ”vrijebewijstheorie”, yang berarti bahwa kesaksian para saksi misalnya tidak mengikat hakim pada alat bukti itu, akan tetapi lain halnya dengan akta otentik, di mana undang-undang mengikat hakim pada alat bukti itu. Sebab jika tidak demikian, apa gunanya undang-undang menunjuk para pejabat yang ditugaskan untuk membuat akta otentik sebagai alat bukti, jika hakim begitu saja dapat mengenyampingkannya.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa suatu akta otentk memiliki tiga kekuatan pembuktian, yaitu kekuatan pembuktian lahiriah, kekuatan pembuktian formal, dan kekuatan pembuktian materiil. Oleh karena suatu akta otentik memiliki ketiga kekuatan pembuktian, maka suatu akta otentik merupakan suatu alat bukti yang sempurna. Apabila suatu akta otentik ternyata tidak memenuhi kekuatan pembuktian lahir, formil maupun materil dan tidak memenuhi syarat otentisitas maka akta otentik tidak lagi disebut sebagai akta otentik melainkan hanya akta di bawah tangan.
Yang seperti telah diuraikan juga di atas, bahwa maksud akta otentik sebagai alat bukti yang sempurna adalah apabila bukti ini diajukan dalam suatu persidangan, maka hakim tidak akan menyangkal kebenarannya, dan hakim tidak akan meminta bukti pendukung lainnya. Hal ini dikarenakan suatu akta otentik dibuat oleh seorang pejabat atau pegawai umum yang berweanang untuk membuat akta itu, di mana dalam hal ini pegawai atau pejabat umum tersebut telah diberi kepercayaan oleh negara untuk menjalankan sebagian fungsi administratif dari negara.
Sehingga apa yang dibuat oleh para pejabat atau pegawai umum tersebut tidak perlu disangkal lagi kebenarannya, karena mereka orang-orang yang telah diberi kepercayaan oleh negara.
Nilai kekuatan pembuktian (bewijskracht) yang melekat pada Akta Otentik diatur dalam pasal 1870 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) jo pasal 285 RBG adalah : sempurna (volledig bewijskracht), dan mengikat (bindende bewijskracht) ; sehingga Akta Otentik dapat berdiri sendiri tanpa memerlukan bantuan atau dukungan alat bukti yang lain, dengan kata lain Akta Otentik yang berdiri sendiri menurut hukum telah memenuhi ketentuan batas minimal pembuktian.
Namun yang perlu diperhatikan dengan seksama adalah nilai pembuktian yang sempurna dan mengikat tersebut bukannya tidak dapat berubah status kekuatan dan pemenuhan syarat batas minimalnya. Akta Otentik dapat saja kekuatan pembuktian dan batas minimalnya dapat berubah menjadi bukti permulaan tulisan (begin van bewijs bij geschrifte) yaitu apabila terhadapnya diajukan bukti lawan (tegenbewijs) yang setara dan menentukan. Jadi yang perlu dipahami disini adalah bahwa bukti Akta Otentik tersebut adalah alat bukti yang sempurna dan mengikat namun tidak bersifat menentukan (beslissend) atau memaksa (dwingend). Disinilah kedudukan yang sebenarnya dari Akta Otentik dalam sistem hukum pembuktian.
IV. Penutup
A. Kesimpulan
Dari penulisan makalah mengenai akta otentik sebagai alat bukti yang sempurna, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Akta otentik merupakan alat bukti yang sempurna, yaitu suatu alat bukti yang apabila diajukan ke suatu persidangan, maka hakim tidak akan meminta bukti pendukung lainnya, karena suatu akta otentik merupakan akta yang dibuat oleh seorang pejabat atau pegawai umum yang berwenang untuk itu. Di mana pejabat atau pegawai umum ini diberikan kepercayaan oleh negara untuk menjalankan sebagian fungsi publik dari negara. Karena diberikan kepercayaan oleh negara, maka akta yang dibuat oleh pejabat atau pegawai umum tersebut dapat dipastikan kebenarannya.
2. Akta otentik memiliki tiga kekuatan pembuktian, yaitu kekuatan pembuktian lahiriah, kekuatan pembuktian formal, dan kekuatan pembuktian materil. Oleh karena suatu akta otentik memiliki ketiga kekuatan pembuktian, maka suatu akta otentik merupakan suatu alat bukti yang sempurna. Apabila suatu akta otentik ternyata tidak memenuhi kekuatan pembuktian lahir, formil maupun materil dan tidak memenuhi syarat otentisitas maka akta otentik tidak lagi disebut sebagai akta otentik melainkan hanya akta di bawah tangan.
3. Nilai pembuktian yang sempurna dan mengikat tersebut bukannya tidak dapat berubah status kekuatan dan pemenuhan syarat batas minimalnya. Akta Otentik dapat saja kekuatan pembuktian dan batas minimalnya dapat berubah menjadi bukti permulaan tulisan (begin van bewijs bij geschrifte) yaitu apabila terhadapnya diajukan bukti lawan (tegenbewijs) yang setara dan menentukan. Jadi yang perlu dipahami disini adalah bahwa bukti Akta Otentik tersebut adalah alat bukti yang sempurna dan mengikat namun tidak bersifat menentukan (beslissend) atau memaksa (dwingend). Disinilah kedudukan yang sebenarnya dari Akta Otentik dalam sistem hukum pembuktian.
B. Saran
Dari penulisan makalah ini, maka saran yang dapat diberikan oleh penulis adalah dalam melakukan suatu perbuatan hukum yang hendak dituangkan pada suatu perjanjian dalam bentuk tertulis, sebaiknya akta tersebut dibuat dalam bentuk akta otentik. Karena dalam hal terjadi sengketa terhadap pelaksanaan perjanjian tersebut, maka akta otentik tadi dapat diajukan ke persidangan tanpa memerlukan alat bukti pendukung lainnya. Hal ini disebabkan akta otentik memiliki kekuatan pembuktian lahiriah, formal, dan materiil. Selain itu juga, akta otentik merupakan akta yang dibuat oleh pejabat atau pegawai umum yang diberikan kepercayaan oleh negara. Sehingga akta otentik tidak perlu diragukan lagi kebenarannya.
Hal ini tentu saja berbeda dengan akta di bawah tangan, dalam hal perjanjian tersebut di buat dengan akta di bawah tangan, maka apabila akta di bawah tangan ini diajukan ke persidangan masih diperlukan bukti pendukung lainnya yang menyatakan kebenaran akta tersebut. Sehingga dapat dikatakan bahwa akta otentik memberikan suatu jaminan hukum yang lebih pasti dibandingkan dengan akta di bawah tangan.
I. Pendahuluan
Akta otentik menurut ketentuan pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yaitu ”Suatu akta otentik ialah suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat di mana akta dibuatnya.”
Berdasarkan definisi tersebut diketahui bahwa suatu akta dapat dikatakan sebagai akta otentik harus memenuhi syarat-syarat yaitu dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang, dibuat oleh seorang pejabat atau pegawai umum, dan pejabat atau pegawai umum tersebut harus berwenang untuk membuat akta tersebut ditempat di mana akta dibuat.
Karena dibuat oleh seorang pejabat atau pegawai umum, maka akta otentik memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna. Hal ini dikarenakan pejabat atau pegawai umum tersebut mendapatkan kepercayaan dari negara untuk menjalankan sebagian fungsi administratif negara, sehingga legalitasnya dapat dipastikan. Selain itu, seorang pejabat atau pegawai umum juga tidak memiliki keberpihakan dalam pembuatan akta.
Alasan lain akta otentik dikatakan sebagai alat bukti yang sempurna, karena akta otentik memiliki tiga kekuatan pembuktian, yaitu :
1. Kekuatan Pembuktian Lahiriah
Suatu akta otentik yang dapat membuktikan dirinya tanpa adanya penjelasan dari orang lain.
2. Kekuatan Pembuktian Formal
Keterangan-keterangan yang ada dalam akta ini secara formal benar adanya. Sebenar-benarnya disini bisa saja tidak benar karena penghadap berbohong. Kebenaran formal ini mengikat para pihak, para ahli waris dan para pihak yang menerima haknya.
3. Kekuatan Pembuktian Materiil
Isi materi dari apa yang ada dalam akta itu adalah dijamin benar adanya. Karena yang membuat dan menyusun adalah pejabat umum. Kebenaran materiil ini mengikat para pihak, para ahli waris dan para pihak yang menerima haknya.
Dari alasan-alasan yang diuraikan di atas dapat diketahui bahwa akta otentik merupakan suatu alat bukti yang sempurna, yaitu apabila akta otentik diajukan sebagai alat bukti dalam suatu persidangan, maka tidak diperlukan bukti pendukung lain yang menyatakan bahwa akta otentik tersebut benar. Hal ini dikarenakan suatu akta otentik telah dapat dipastikan kebenarannya.
Untuk memahami mengenai akta otentik, apa perbedaan akta otentik dengan akta dibawah tangan, serta mengapa akta otentik merupakan alat bukti yang sempurna, maka akan dibahas lebih lanjut dalam makalah ini.
II. Pengertian Akta, Jenis Akta, Akta Autentik dan Alat Bukti
A. Pengertian Akta dan Jenis Akta
Akta menurut Veegens-Oppenheim-Polak DL.III 1934 hlm. 459 yang diterjemahkan oleh Tan Thong Kie adalah suatu tulisan yang ditandatangani dan dibuat untuk dipergunakan sebagai alat bukti.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, akta adalah surat tanda bukti berisi pernyataan (keterangan, pengakuan, keputusan, dan sebagainya) tentang peristiwa hukum yang dibuat menurut peraturan yang berlaku, disaksikan, dibuat, dan disahkan oleh pejabat resmi.
Akta terdiri atas dua jenis, yaitu akta otentik dan akta dibawah tangan. Untuk akta otentik akan dibahas pada uraian selanjutnya. Selain akta otentik, jenis akta lainnya adalah akta yang dibuat bukan dihadapan Notaris atau pejabat resmi yang berwenang untuk membuat akta itu. Ada beberapa jenis akta bawah tangan, yaitu:
1) Akta bawah tangan yang dibuat oleh pihak yang terlibat tanpa ada campur tangan Notaris.
2) Akta bawah tangan yang dibuat oleh pihak-pihak yang berkepentingan lalu didaftarkan ke Notaris. Proses pembuatan kesepakatan dan penandatangan akta dilakukan tidak dihadapan Notaris serta tidak melibatkan Notaris. Setelah perjanjian disepakati dan selesai ditandatangani lalu akta tersebut dibawa ke Notaris. Pihak Notaris selanjutnya melakukan pendataan dan mencantumkan akta tersebut dalam buku khusus. Meskipun demikian, kekuatan hukumnya tetap tidak sekuat akta otentik.
3) Akta bawah tangan yang dilegalisasi oleh Notaris. Sedikit berbeda dengan kedua akta bawah tangan sebelumnya, pada akta bawah tangan jenis ini penandatanganan dilakukan di hadapan Notaris. Jadi, pihak-pihak yang memiliki kepentingan menghadap ke Notaris sambil membawa perjanjian yang telah disepakati. Akta bawah tangan jenis ini dilakukan untuk memastikan kebenaran dan keaslian dari pihak yang bertanda tangan. Selain itu juga dilakukan untuk memastikan keabsahan dan kepastian tanggal dilakukannya tanda tangan itu. Secara sekilas jenis akta bawah tangan ini tidak berbeda dengan akta otentik. Meskipun demikian, terdapat perbedaan mendasar di antara keduanya. Perbedaannya, yaitu jika akta bawah tangan yang dilegalisasi proses pembuatan perjanjiannya tidak melibatkan Notaris. Notaris hanya berperan saat terjadi penandatanganan perjanjian dan penandatanganan akta dilakukan di hadapan Notaris. Sementara itu, akta otentik seluruh prosesnya melibatkan peran Notaris, mulai dari penyusunan isi perjanjian hingga penandatanganan perjanjian.
Kekuatan hukum sebuah akta di bawah tangan tidak sekuat akta otentik. Ada beberapa alasan sebuah akta otentik lebih kuat posisinya di mata hukum jika dibandingkan dengan akta di bawah tangan. Akta di bawah tangan tidak memiliki kepastian pada tanggal berlakunya perjanjian dan tidak dapat dipastikan atau dijamin keaslian tanda tangan para pihak yang terlibat. Timbulnya kesulitan ini karena pihak penandatangan bisa saja berkelit dan tidak mengakuinya.
Akta bawah tangan rentan untuk hilang karena negara melalui Notaris tidak mempunyai minuta akta dari perjanjian tersebut. Ketiadaan minuta akta itu berdampak pada isi dan jenis perjanjian itu. Akta bawah tangan itu dapat diubah isinya atau dipalsukan.
Berbeda dengan akta otentik, sebuah akta di bawah tangan tidak memiliki kekuatan untuk melakukan eksekusi. Meskipun dibuat klausul atau poin tentang hukuman di perjanjian tersebut, tetap tidak memiliki kekuatan eksekusi. Hal ini dikarenakan pembuatannya tidak dilakukan di depan pejabat umum negara. Hanya negara yang mempunyai kekuatan untuk melakukan eksekusi.
Perbedaan terbesar antara akta otentik dan akta yang dibuat di bawah tangan, ialah :
1) Akta otentik mempunyai tanggal yang pasti, sedang mengenai tanggal dari akta yang dibuat di bawah tangan tidak selalu demikian;
2) Grosse dari akta otentik dalam beberapa hal mempunyai kekuatan eksekutorial seperti putusan Hakim, sedang akta yang dibuat di bawah tangan tidak pernah mempunyai kekuatan eksekutorial;
3) Kemungkinan akan hilangnya akta yang dibuat di bawah tangan lebih besar dibandingkan dengan akta otentik.
B. Pengertian Akta Otentik
Pengertian akta otentik menurut ketentuan Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yaitu ”Suatu akta otentik ialah suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat di mana akta dibuatnya.”
Menurut Sudikno Mertokusumo, akta otentik adalah surat yang diberi tanda tangan, yang memuat peristiwa yang menjadi dasar suatu hak atau perikatan, yang dibuat sejak semua dengan sengaja untuk pembuktian.
Berdasarkan definisi tersebut, syarat agar suatu akta menjadi akta otentik adalah :
1) Akta otentik harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang. Maksud dari bentuk yang ditentukan undang-undang dalam hal ini adalah bahwa akta tersebut pembuatannya harus memenuhi ketentuan undang-undang, khusunya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (UUJN).
2) Akta otentik tersebut harus dibuat dihadapan atau oleh pejabat umum (openbaar ambtenaar). Kata ”dihadapan” menunjukkan bahwa akta tersebut dibuat atas permintaan seseorang, sedangkan akta yang dibuat ”oleh” pejabat umum karena adanya suatu kejadian, pemeriksaan, keputusan, dan sebagainya (berita acara rapat, protes wesel, dan lain-lain).
3) Pejabat yang membuat akta tersebut harus berwenang untuk maksud itu di tempat akta tersebut dibuat. Berwenang (bevoegd) dalam hal ini khususnya menyangkut : (1) jabatannya dan jenis akta yang dibuatnya; (2) hari dan tanggal pembuatan akta; dan (3) tempat akta dibuat.
C. Pengertian Alat Bukti
Dalam Black’s Law Dictionary disebutkan bahwa alat bukti adalah ” Evidence is any species of proof,or probative matter, legally presented at the trial of an issue, by the act os the partnes and through the medium of witnesses, record, documents, exhibits, concrete objects, etc, for the purpose of including belief in the mind of the court of jury as to their contention” . (Alat bukti adalah semua jenis bukti yang secara legal disajikan di depan persidangan oleh suatu pihak dan melalui sarana saksi, catatan, dokumen, peragaan, benda-benda konkrit dan lain sebagainya, dengan tujuan untuk menimbulkan keyakinan pada Hakim).
Dalam Hukum Perdata, menurut ketentuan Pasal 1866 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) menyatakan bahwa “Alat-alat bukti terdiri atas : bukti tulisan; bukti dengan saksi-saksi; persangkaan-persangkaan; pengakuan; dan sumpah.”
Dalam Hukum Pidana, macam-macam alat bukti diatur dalam ketentuan Pasal 184 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), terdiri atas : “keterangan saksi; keterangan ahli; surat; petunjuk; dan keterangan terdakwa”
Alat bukti yang diajukan dalam acara persidangan di Pengadilan dapat dikategorikan sebagai :
- alat bukti yang mencapai batas minimal yang ditentukan hukum dan
- alat bukti yang tidak mencapai batas minimal; dimana yang terakhir dapat dikategorikan menjadi 2 bagian lagi yaitu : - alat bukti yang tidak sah / tidak memenuhi syarat dan - alat bukti permulaan ( begin van bewijs ).
Yang dimaksud dengan alat bukti minimal menurut M Yahya Harapan : Secara teknis dan populer dapat diartikan yaitu suatu jumlah alat bukti yang sah yang paling sedikit harus terpenuhi, agar alat bukti itu mempunyai nilai kekuatan pembuktian untuk mendukung kebenaran yang didalilkan atau dikemukakan; apabila alat bukti yang diajukan di persidangan tidak mencapai batas minimal, alat bukti itu tidak mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang cukup untuk membuktikan kebenaran dalil atau peristiwa maupun pernyataan yang dikemukakan.
Alat bukti yang sah/ memenuhi syarat adalah alat bukti yang memenuhi syarat formil dan materiil, apabila alat bukti yang diajukan tidak memenuhi ke 2 syarat tersebut, maka alat bukti tersebut tidak sah sebagai alat bukti dan oleh karena itu tidak memenuhi batas minimal pembuktian.
Alat bukti permulaan adalah alat bukti yang tidak memenuhi batas minimal pembuktian apabila tidak ditambah paling sedikit satu alat bukti lagi, contohnya sebagaimana tercantum dalam Pasal 1905 KUHPdt juncto pasal 169 HIR asas seorang saksi bukanlah saksi ( unus testis nullus testis ). Agar dapat memenuhi ketentuan batas minimal, maka perlu ditambah satu alat bukti lagi.
Patokan yang dapat digunakan agar alat bukti yang diajukan di persidangan mencapai batas minimal pembuktian adalah tidak tergantung pada jumlah alat bukti (faktor kuantitas) namun pada faktor kualitas alat bukti yaitu alat bukti yang memenuhi syarat formil dan materiil. Setiap alat bukti mempunyai syarat formil dan materiil yang berbeda-beda, misalnya alat bukti saksi :
Syarat formil :
- orang yang tidak dilarang menjadi saksi ( Pasal 1910 KUHPdt, pasal 145 jo pasal 172 HIR );
- mengucapkan sumpah menurut agama atau kepercayaannya sesuai pasal 1911 KUHPdt
Syarat materiil :
- keterangan yang diberikan berisi segala sebab pengetahuan bukan berdasarkan pendapat atau dugaan yang diperoleh dengan menggunakan pikiran sesuai Pasal 1907 KUHPdt jo pasal 171 HIR;
- keterangan yang diberikan saling bersesuaian dengan yang lain atau alat bukti lain ( Pasal 1906 KUHPdt jo pasal 170 HIR ).
Tidak seperti didalam sistem pembuktian dalam Hukum Pidana ( yang tidak mengenal alat bukti yang mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna dan menentukan ), maka didalam sistem pembuktian dalam Hukum Perdata, setiap alat bukti memiliki batas minimal dan nilai kekuatan pembuktian yang berbeda-beda.
III. Akta Otentik Sebagai Alat Bukti yang Sempurna
Sebuah akta otentik merupakan dokumen yang sah dan dapat menjadi alat bukti yang sempurna. Sempurna di sini berarti Hakim menganggap semua yang tertera dalam akta merupakan hal yang benar, kecuali ada akta lain yang dapat membuktikan isi akta pertama tersebut salah. Oleh karena itu, pembuatan sebuah akta otentik menjadi sesuatu yang penting. Memiliki akta otentik berarti kita memiliki bukti atau landasan yang kuat di mata hukum.
Ada beberapa alasan yang menunjang kekuatan hukum sebuah akta otentik. Akta otentik dibuat di hadapan seorang pejabat umum negara sehingga legalitasnya dapat dipastikan, ditambah lagi bahwa seorang pejabat umum negara tidak memiliki keberpihakan dalam pembuatan akta. Hal ini berbeda dengan akta yang dibuat sendiri, meskipun disaksikan pihak ketiga, tetapi hal itu tidak dapat menjadi sebuah jaminan. Dapat saja pihak-pihak yang terlibat pembuatan akta menyangkal keterlibatannya. Hal ini dapat saja terjadi karena mereka mempunyai kepentingan sendiri-sendiri.
Hal lain yang membuat akta otentik memiliki kekuatan hukum adalah karena akta otentik memiliki minuta akta yang disimpan oleh negara melalui Notaris. Akan sangat kecil kemungkinan akta otentik hilang. Bukan hanya itu, jika seorang menyangkal isi atau keberadaan akta otentik maka akan mudah untuk diperiksa kebenarannya.
Kekuatan pembuktian akta otentik adalah akibat langsung yang merupakan keharusan dari ketentuan perundang-undangan, bahwa harus ada akta-akta otentik sebagai alat pembuktian dan dari tugas yang dibebankan oleh undang-undang kepada pejabat-pejabat atau orang-orang tertentu. Dalam pemberian tugas inilah terletak pemberian tanda kepercayaan kepada para pejabat itu dan pemberian kekuatan pembuktian kepada akta-akta yang mereka buat. Sebab jika tidak demikian untuk apa menugaskan kepada mereka untuk ”memberikan keterangan dari semua apa yang mereka saksikan di dalam menjalankan jabatan mereka” atau untuk ”merelatir secara otentik semua apa yang diterangkan oleh para penghadap kepada Notaris, dengan permintaan agar keterangan-keterangan mereka itu dicantumkan dalam suatu akta dan menugaskan mereka untuk membuat akta mengenai itu.
Menurut pendapat yang umum yang dianut, pada setiap akta otentik, dengan demikian juga pada akta Notaris, dibedakan tiga kekuatan pembuktian, yakni :
a. Kekuatan Pembuktian Lahiriah (Uitwendige Bewijsracht).
Dengan kekuatan pembuktian lahiriah ini dimaksudkan kemampuan dari akta itu sendiri untuk membuktikan dirinya sebagai akta otentik. Kemampuan ini menurut Pasal 1875 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) tidak dapat diberikan kepada akta yang dibuat di bawah tangan; akta yang dibuat di bawah tangan baru berlaku sah, yakni sebagai yang benar-benar berasal dari orang, terhadap siapa akta itu dipergunakan, apabila yang menandatanganinya mengakui kebenaran dari tanda tangannya itu atau apabila itu dengan cara yang sah menurut hukum dapat dianggap sebagai telah diakui oleh yang bersangkutan.
Lain halnya dengan akta otentik. Akta otentik membuktikan sendiri keabsahannya atau seperti yang lazim disebut dalam bahasa latin : ”acta publica probant sese ipsa”. Apabila suatu akta kelihatannya sebagai akta otentik, artinya menandakan dirinya dari luar, dari kata-katanya sebagai yang berasal dari seorang pejabat umum, maka akta itu terhadap setiap orang dianggap sebagai akta otentik, sampai dapat dibuktikan bahwa akta itu adalah tidak otentik.
Sepanjang mengenai kekuatan pembuktian lahiriah ini, yang merupakan pembuktian lengkap dengan tidak mengurangi pembuktian sebaliknya maka ”akta partij” dan ”akta pejabat” dalam hal ini adalah sama. Sesuatu akta yang dari luar kelihatannya sebagai akta otentik, berlaku sebagai akta otentik terhadap setiap orang; tanda tangan dari pejabat yang bersangkutan (notaris) diterima sebagai sah.
Seperti yang telah dikatakan sebelumnya, kekuatan pembuktian lahiriah ini tidak ada pada akta yang dibuat dibawah tangan. Sepanjang mengenai pembuktian hal ini merupakan satu-satunya perbedaan akta otentik dan akta yang dibuat di bawah tangan. Kalaupun ada perbedaan-perbedaan lain yang membedakan akta otentik dari akta yang dibuat di bawah tangan, seperti misalnya memiliki kekuatan eksekutorial, keharusan berupa akta otentik untuk beberapa perbuatan hukum tertentu dan lain-lain perbedaan, semuanya itu tidak mempunyai hubungan dengan hukum pembuktian.
b. Kekuatan Pembuktian Formal (Formele Bewijskracht)
Dengan kekuatan pembuktian formal ini oleh akta otentik dibuktikan, bahwa pejabat yang bersangkutan telah menyatakan dalam tulisan itu, sebagaimana yang tercantum dalam akta itu dan selain dari itu kebenaran dari apa yang diuraikan oleh pejabat dalam akta itu sebagai yang dilakukannya dan disaksikannya di dalam menjalankan jabatannya itu. Dalam arti formal, sepanjang mengenai akta pejabat (ambtelijke akte), akta itu membuktikan kebenaran dari apa yang disaksikan, yakni yang dilihat, didengar, dan juga dilakukan sendiri oleh Notaris sebagai pejabat umum di dalam menjalankan jabatannya.
Pada akta yang dibuat di bawah tangan kekuatan pembuktian ini hanya meliputi kenyataan, bahwa keterangan itu diberikan apabila tanda tangan itu diakui oleh yang menandatanganinya atau dianggap sebagai telah diakui sedemikian menurut hukum.
Dalam arti formal, maka terjamin kebenaran/ kepastian tanggal dari akta itu, kebenaran tanda tangan yang terdapat dalam akta itu, identitas dari orang-orang yang hadir (comparanten), demikian juga tempat di mana akta itu dibuat dan sepanjang mengenai akta partij, bahwa para pihak ada menerangkan seperti yang diuraikan dalam akta itu, sedang kebenaran dari keterangan-keterangan itu sendiri hanya pasti antara pihak-pihak sendiri (demikian menurut pendapat yang umum).
Sepanjang mengenai kekuatan pembuktian formal ini juga dengan tidak mengurangi pembuktian sebaliknya yang merupakan pembuktian lengkap, maka akta partij dan akta pejabat dalam hal ini adalah sama, dengan pengertian bahwa keterangan pejabat yang terdapat di dalam kedua golongan akta itu ataupun keterangan dari para pihak dalam akta, baik yang ada di dalam akta partij maupun di dalam akta pejabat, mempunyai kekuatan pembuktian formal dan berlaku terhadap setiap orang, yakni apa yang ada dan terdapat di atas tanda tangan mereka.
c. Kekuatan Pembuktian Material (Materiele Bewijskracht)
Sepanjang yang menyangkut kekuatan pembuktian material dari suatu akta otentik, terdapat perbedaan antara keterangan dari Notaris yang dicantumkan dalam akta itu dan keterangan dari para pihak yang tercantum di dalamnya. Tidak hanya kenyataan, bahwa adanya dinyatakan sesuatu yang dibuktikan oleh akta itu, akan tetapi juga isi dari akta itu dianggap dibuktikan sebagai yang benar terhadap setiap orang, yang menyuruh adakan/buatkan akta itu sebagai tanda bukti terhadap dirinya atau yang dinamakan ”preuve preconstituee”; akta itu mempunyai kekuatan pembuktian material. Kekuatan pembuktian inilah yang dimaksud dalam Pasal 1870, 1871, dan 1875 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata);
Pasal 1870 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) :
”Suatu akta otentik memberikan di antara para pihak beserta ahli waris-ahli warisnya atau orang-orang yang mendapat hak dari mereka, suatu bukti yang sempurna tentang apa yang di muat di dalamnya”.
Pasal 1871 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) :
”Suatu akta otentik namunlah tidak memberikan bukti yang sempurna tentang apa yang termuat di dalamnya sebagai suatu penuturan belaka. Selain sekadar apa yang dituturkan itu ada hubungan langsung dengan pokok isi akta”.
Pasal 1875 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) :
”Suatu tulisan di bawah tangan yang diakui oleh orang terhadap siapa tulisan itu hendak dipakai, atau yang dengan cara menurut undang-undang dianggap sebagai diakui, memberikan terhadap orang-orang yang menandatanganinya serta para ahli warisnya dan orang-orang yang mendapat hak dari pada mereka, bukti yang sempurna seperti suatu akta otentik, dan demikian pula berlakulah ketentuan Pasal 1871 untuk tulisan itu”.
antara para pihak yang bersangkutan dan para ahli waris serta penerima hak mereka akta itu memberikan pembuktian yang lengkap tentang kebenaran dari apa yang tercantum dalam akta itu, dengan pengecualian dari apa yang dicantumkan di dalamnya sebagai hanya suatu pemberitahuan belaka (blote mededeling) dan yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan yang menjadi pokok dalam akta itu.
Karena akta itu, isi keterangan yang dimuat dalam akta itu berlaku sebagai yang benar, isinya itu mempunyai kepastian sebagai yang sebenarnya, menjadi terbukti dengan sah di antara pihak dan para ahli waris serta para penerima hak mereka, dengan pengertian :
1. bahwa akta itu, apabila dipergunakan di muka pengadilan, adalah cukup dan bahwa hakim tidak diperkenankan untuk meminta tanda pembuktian lainnya disamping itu;
2. bahwa pembuktian sebaliknya senantiasa diperkenankan dengan alat-alat pembuktian biasa, yang diperbolehkan untuk itu menurut undang-undang.
Di atas dikatakan, bahwa suatu akta otentik, apabila dipergunakan di muka pengadilan, adalah cukup dan hakim tidak diperkenankan untuk meminta tanda pembuktian lainnya di samping itu. Walaupun pada umumnya dianut yang dinamakan ”vrijebewijstheorie”, yang berarti bahwa kesaksian para saksi misalnya tidak mengikat hakim pada alat bukti itu, akan tetapi lain halnya dengan akta otentik, di mana undang-undang mengikat hakim pada alat bukti itu. Sebab jika tidak demikian, apa gunanya undang-undang menunjuk para pejabat yang ditugaskan untuk membuat akta otentik sebagai alat bukti, jika hakim begitu saja dapat mengenyampingkannya.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa suatu akta otentk memiliki tiga kekuatan pembuktian, yaitu kekuatan pembuktian lahiriah, kekuatan pembuktian formal, dan kekuatan pembuktian materiil. Oleh karena suatu akta otentik memiliki ketiga kekuatan pembuktian, maka suatu akta otentik merupakan suatu alat bukti yang sempurna. Apabila suatu akta otentik ternyata tidak memenuhi kekuatan pembuktian lahir, formil maupun materil dan tidak memenuhi syarat otentisitas maka akta otentik tidak lagi disebut sebagai akta otentik melainkan hanya akta di bawah tangan.
Yang seperti telah diuraikan juga di atas, bahwa maksud akta otentik sebagai alat bukti yang sempurna adalah apabila bukti ini diajukan dalam suatu persidangan, maka hakim tidak akan menyangkal kebenarannya, dan hakim tidak akan meminta bukti pendukung lainnya. Hal ini dikarenakan suatu akta otentik dibuat oleh seorang pejabat atau pegawai umum yang berweanang untuk membuat akta itu, di mana dalam hal ini pegawai atau pejabat umum tersebut telah diberi kepercayaan oleh negara untuk menjalankan sebagian fungsi administratif dari negara.
Sehingga apa yang dibuat oleh para pejabat atau pegawai umum tersebut tidak perlu disangkal lagi kebenarannya, karena mereka orang-orang yang telah diberi kepercayaan oleh negara.
Nilai kekuatan pembuktian (bewijskracht) yang melekat pada Akta Otentik diatur dalam pasal 1870 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) jo pasal 285 RBG adalah : sempurna (volledig bewijskracht), dan mengikat (bindende bewijskracht) ; sehingga Akta Otentik dapat berdiri sendiri tanpa memerlukan bantuan atau dukungan alat bukti yang lain, dengan kata lain Akta Otentik yang berdiri sendiri menurut hukum telah memenuhi ketentuan batas minimal pembuktian.
Namun yang perlu diperhatikan dengan seksama adalah nilai pembuktian yang sempurna dan mengikat tersebut bukannya tidak dapat berubah status kekuatan dan pemenuhan syarat batas minimalnya. Akta Otentik dapat saja kekuatan pembuktian dan batas minimalnya dapat berubah menjadi bukti permulaan tulisan (begin van bewijs bij geschrifte) yaitu apabila terhadapnya diajukan bukti lawan (tegenbewijs) yang setara dan menentukan. Jadi yang perlu dipahami disini adalah bahwa bukti Akta Otentik tersebut adalah alat bukti yang sempurna dan mengikat namun tidak bersifat menentukan (beslissend) atau memaksa (dwingend). Disinilah kedudukan yang sebenarnya dari Akta Otentik dalam sistem hukum pembuktian.
IV. Penutup
A. Kesimpulan
Dari penulisan makalah mengenai akta otentik sebagai alat bukti yang sempurna, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Akta otentik merupakan alat bukti yang sempurna, yaitu suatu alat bukti yang apabila diajukan ke suatu persidangan, maka hakim tidak akan meminta bukti pendukung lainnya, karena suatu akta otentik merupakan akta yang dibuat oleh seorang pejabat atau pegawai umum yang berwenang untuk itu. Di mana pejabat atau pegawai umum ini diberikan kepercayaan oleh negara untuk menjalankan sebagian fungsi publik dari negara. Karena diberikan kepercayaan oleh negara, maka akta yang dibuat oleh pejabat atau pegawai umum tersebut dapat dipastikan kebenarannya.
2. Akta otentik memiliki tiga kekuatan pembuktian, yaitu kekuatan pembuktian lahiriah, kekuatan pembuktian formal, dan kekuatan pembuktian materil. Oleh karena suatu akta otentik memiliki ketiga kekuatan pembuktian, maka suatu akta otentik merupakan suatu alat bukti yang sempurna. Apabila suatu akta otentik ternyata tidak memenuhi kekuatan pembuktian lahir, formil maupun materil dan tidak memenuhi syarat otentisitas maka akta otentik tidak lagi disebut sebagai akta otentik melainkan hanya akta di bawah tangan.
3. Nilai pembuktian yang sempurna dan mengikat tersebut bukannya tidak dapat berubah status kekuatan dan pemenuhan syarat batas minimalnya. Akta Otentik dapat saja kekuatan pembuktian dan batas minimalnya dapat berubah menjadi bukti permulaan tulisan (begin van bewijs bij geschrifte) yaitu apabila terhadapnya diajukan bukti lawan (tegenbewijs) yang setara dan menentukan. Jadi yang perlu dipahami disini adalah bahwa bukti Akta Otentik tersebut adalah alat bukti yang sempurna dan mengikat namun tidak bersifat menentukan (beslissend) atau memaksa (dwingend). Disinilah kedudukan yang sebenarnya dari Akta Otentik dalam sistem hukum pembuktian.
B. Saran
Dari penulisan makalah ini, maka saran yang dapat diberikan oleh penulis adalah dalam melakukan suatu perbuatan hukum yang hendak dituangkan pada suatu perjanjian dalam bentuk tertulis, sebaiknya akta tersebut dibuat dalam bentuk akta otentik. Karena dalam hal terjadi sengketa terhadap pelaksanaan perjanjian tersebut, maka akta otentik tadi dapat diajukan ke persidangan tanpa memerlukan alat bukti pendukung lainnya. Hal ini disebabkan akta otentik memiliki kekuatan pembuktian lahiriah, formal, dan materiil. Selain itu juga, akta otentik merupakan akta yang dibuat oleh pejabat atau pegawai umum yang diberikan kepercayaan oleh negara. Sehingga akta otentik tidak perlu diragukan lagi kebenarannya.
Hal ini tentu saja berbeda dengan akta di bawah tangan, dalam hal perjanjian tersebut di buat dengan akta di bawah tangan, maka apabila akta di bawah tangan ini diajukan ke persidangan masih diperlukan bukti pendukung lainnya yang menyatakan kebenaran akta tersebut. Sehingga dapat dikatakan bahwa akta otentik memberikan suatu jaminan hukum yang lebih pasti dibandingkan dengan akta di bawah tangan.
AKTA PERJANJIAN KREDIT (DIREKTUR MEWAKILI) PT DIDIRIKAN SEBELUM UU PT TAHUN 2007
PERJANJIAN KREDIT
Nomor : 02.-
Pada hari ini, hari Jumat tanggal 14-05-2010 (Empat belas Mei dua ribu sepuluh); Pukul 09.00 WIB (Sembilan Waktu Indonesia Barat).
Berhadapan
dihadapan saya Tuan LURUS BETUL, Sarjana Hukum, Magister Kenotariatan,
berdasarkan Surat Keputusan Majelis Pengawas Daerah tanggal 04-04-2010
(Empat April dua ribu sepuluh), Nomor : 3/IV/MPD-JP/CT/2010, pengganti
dari Nyonya ADUHAI, Sarjana Hukum, Notaris di Jakarta, dengan dihadiri oleh saksi-saksi yang nama-namanya akan disebutkan dalam akhir akta ini.
I. Tuan
RACUN BENER, Sarjana Ekonomi, lahir di Makassar pada tanggal 05-02-1960
(Lima Februari seribu sembilan ratus enam puluh), Direktur dari
perseroan yang akan disebut, bertempat tinggal di Jakarta, Jalan
Bendungan Hilir Nomor 123, Rukun Tetangga 001/Rukun Warga 005, Kelurahan
Karetengsin, Kecamatan Karet, Jakarta Pusat, pemegang Kartu Tanda
Penduduk tanggal 12-02-2007 (dua belas februari dua ribu tujuh) Nomor :
11.99.34.5643.2980.1200076 yang berlaku sampai dengan tanggal 05-02-2012
(Lima Februari dua ribu dua belas), Warga Negara Indonesia.
- Menurut keterangannya dalam hal ini bertindak dalam jabatannya tersebut serta sah mewakili direksi dari dan oleh karena itu untuk dan atas nama PT. BANK OGAH MUNDUR berkedudukan di kotamadya Jakarta Pusat, Graha Ogah Mundur Lantai 10, Jalan Jendral Gatot Soebroto Nomor 2, yang anggaran dasarnya telah dimuat dalam :
- Akta
tanggal 10-04-2004 (Sepuluh April dua ribu empat), yang dibuat
dihadapan Tuan JEMARI, Sarjana Hukum, Notaris di Jakarta, yang anggaran
dasarnya telah diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia
tertanggal 23-04-2004 (Dua puluh tiga April seribu sembilan ratus dua
ribu empat) Nomor 255 Tambahan Nomor 789, yang telah disesuaikan dengan
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 sebagaimana ternyata dalam akta
tertanggal 03-07-2008 (Tiga Juli dua ribu delapan) Nomor : 12, dibuat
dihadapan Tuan JEMARI, Sarjana Hukum, Notaris di Jakarta, dan telah
mendapat persetujuan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia sebagaimana ternyata dalam Surat Keputusannya tertanggal
05-08-2008 (Lima Agustus dua ribu delapan) Nomor : AHU-07945.AH.01.02.
Tahun 2008, yang susunan pengurusnya terakhir dimuat dalam akta
tertanggal 12-05-2004 (Dua belas Mei dua ribu empat) Nomor : 34, dibuat
dihadapan Tuan JEMARI, Sarjana Hukum, Notaris tersebut, yang
pemberitahuannya telah diterima dan dicatat dalam database Sisminbakum
Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia tertanggal
25-06-2004 (Dua puluh lima Juni dua ribu empat) Nomor : C-UM.02.01.670,
dan untuk melakukan tindakan hukum dalam akta ini telah mendapat
persetujuan dari Dewan Komisaris Perseroan ternyata dalam Surat
Persetujuan Dewan Komisaris PT. BANK OGAH MUNDUR tertanggal 10-04-2010
(Sepuluh April dua ribu sepuluh), yang dibuat dibawah tangan, bermeterai
cukup, yang aslinya dijahitkan pada minuta akta ini, demikian guna
memenuhi ketentuan Pasal 11 Anggaran Dasar Perseroan tersebut.
- Untuk selanjutnya disebut sebagai PIHAK PERTAMA.
II. Tuan
GENTOLET, Sarjana Hukum, lahir di Palembang pada tanggal 15-06-1970
(Lima belas Juni seribu sembilan ratus tujuh puluh), Warga Negara
Indonesia, Swasta, bertempat tinggal di Jakarta, Jalan Krendang Raya
Nomor 5, Rukun Tetangga 01/Rukun Warga 001, Kelurahan Jembatan Lima,
Kecamatan Jembatan Lima, Jakarta Barat, pemegang Kartu Tanda Penduduk
tanggal 20-07-2008 (Dua puluh Juli dua ribu delapan) Nomor :
11.67.34.2345.9807.1100050 yang berlaku sampai dengan tanggal 15-06-2013
(Lima belas Juni dua ribu tiga belas).
- Menurut
keterangannya dalam hal ini bertindak selaku Pesero Pengurus dengan
gelar Direktur dari dan oleh karena itu untuk dan atas nama Perseroan
Komanditer CV. KUKURUYUK, berkedudukan di kotamadya Jakarta Barat, yang
anggaran dasarnya dimuat di dalam Akta tanggal 12-10-2005 (Dua belas
Oktober dua ribu lima), Nomor : 50, yang dibuat dihadapan CERIWIS,
Sarjana Hukum, Notaris di Jakarta, yang salinan resminya bermeterai
cukup diperlihatkan kepada saya, Notaris, dan Anggaran Dasar tersebut
telah didaftarkan di kantor panitera Pengadilan Negeri Jakarta Barat
tanggal 17-10-2005 (Tujuh belas Oktober dua ribu lima), Nomor :
123/CV/PN JAKBAR/2005, yang untuk melakukan tindakan hukum dalam akta
ini telah mendapat persetujuan dari Pesero Komanditer yaitu Nyonya CUEK
ABIS, lahir di Samarinda pada tanggal 10-10-1960 (Sepuluh Oktober seribu
sembilan ratus enam puluh), Warga Negara Indonesia, Swasta, bertempat
tinggal di Jakarta, Jalan Letjen S. Parman Nomor 3, Rukun Tetangga
002/Rukun Warga 003, Kelurahan Slipi, Kecamatan Slipi, Jakarta Barat,
pemegang Kartu Tanda Penduduk tanggal 09-07-2009 (Sembilan Juli dua ribu
sembilan) Nomor : 11.12.33.4678.5974.1600099 yang berlaku sampai dengan
tanggal 10-10-2014 (Sepuluh Oktober dua ribu empat belas), yang turut
hadir dihadapan saya, Notaris, dan saksi-saksi, dan menandatangani akta
ini sebagai tanda persetujuannya guna memenuhi ketentuan Pasal 5
Anggaran Dasar Perseroan tersebut.
- Untuk selanjutnya disebut sebagai PIHAK KEDUA.
- Para penghadap saya, Notaris kenal.
DEMIKIANLAH AKTA INI
Dibuat sebagai minuta dan dilangsungkan di Jakarta pada hari dan tanggal tersebut dalam kepala akta ini dengan dihadiri oleh :
1. SANTI
NURAINI, Sarjana Hukum, lahir di Jakarta pada tanggal 26-07-1986 (Dua
puluh enam Juli seribu sembilan ratus delapan puluh enam), yang
bertempat tinggal di Jakarta, Jalan Matraman Raya Nomor 45, Rukun
Tetangga 05/Rukun Warga 003, Kelurahan Matraman, Kecamatan Matraman,
Jakarta Timur, pemegang Kartu Tanda Penduduk tanggal 05-08-2007 (Lima
Agustus dua ribu tujuh) Nomor : 11.23.66.4590.3560.1100062 yang berlaku
sampai dengan tanggal 26-07-2012 (Dua puluh enam Juli dua ribu dua
belas).
2. ASIH
PRIANTI, Sarjana Hukum, lahir di Padang pada tanggal 11-01-1987
(Sebelas Januari seribu sembilan ratus delapan puluh tujuh), yang
bertempat tinggal di Jakarta, Jalan Lenteng Agung Nomor 65, Rukun
Tetangga 01/Rukun Waega 001, Kelurahan Kalibata, Kecamatan Kalibata,
Jakarta Selatan, pemegang Kartu Tanda Penduduk tanggal 12-02-2010 (Dua
belas Februari dua ribu sepuluh) Nomor : 13.22.36.1890.3216.1500069 yang
berlaku sampai dengan tanggal 11-01-2015 (Sebelas Januari dua ribu lima
belas).
Keduanya Asisten Notaris bertempat tinggal di Jakarta, yang saya, Notaris kenal sebagai saksi.
Segera
setelah akta ini saya, Notaris bacakan kepada para penghadap dan
saksi-saksi, maka akta ini ditandatanani oleh para penghadap,
saksi-saksi, dan saya, Notaris.
- Dilangsungkan dengan
AKTA PERJANJIAN KREDIT (PIMPINAN CABANG MEWAKILI) PT DIDIRIKAN SEBELUM UU PT TAHUN 2007
PERJANJIAN KREDIT
Nomor : 01.-
Pada hari ini, hari Kamis tanggal 13-05-2010 (Tiga belas Mei dua ribu sepuluh); Pukul 09.00 WIB (Sembilan Waktu Indonesia Barat).
Berhadapan
dihadapan saya, ANNISA, Sarjana Hukum, Notaris di Jakarta, dengan
dihadiri oleh saksi-saksi yang nama-namanya akan disebutkan dalam akhir
akta ini.
I. Tuan PATRIOT, Sarjana Hukum, lahir di Surabaya pada tanggal 05-02-1960 (Lima Februari seribu sembilan ratus enam puluh), Pemimpin cabang dari perseroan yang akan disebut, bertempat tinggal di Jakarta, Jalan Salemba Tengah Nomor 32, Rukun Tetangga 001/Rukun Warga 005, Kelurahan Salemba, Kecamatan Senen, Jakarta Pusat, pemegang Kartu Tanda Penduduk tanggal 14-03-2007 (Empat belas Maret dua ribu tujuh) Nomor : 11.23.42.5674.9867.1200067 yang berlaku sampai dengan tanggal 05-02-2012 (Lima Februari dua ribu dua belas), Warga Negara Indonesia.
- Menurut
keterangannya dalam hal ini bertindak berdasarkan Akta Kuasa tanggal
05-04-2010 (Lima April dua ribu sepuluh) Nomor : 04, dibuat dihadapan
AGUSTUS, Sarjana Hukum, Notaris di Jakarta, yang salinan resminya
bermeterai cukup diperlihatkan kepada saya, Notaris, selaku kuasa dari
dan oleh karena itu untuk dan atas nama Tuan ANGGADA, Sarjana Ekonomi,
lahir di Jakarta pada tanggal 22-04-1954 (Dua puluh dua April seribu
sembilan ratus lima puluh empat), Direktur dari perseroan yang akan
disebut, bertempat tinggal di Jakarta, Jalan Cikini Nomor 12, Rukun
Tetangga 004/Rukun Warga 006, Kelurahan Menteng, Kecamatan Menteng,
Jakarta Pusat, pemegang Kartu Tanda Penduduk tanggal 10-05-2009 (Sepuluh
Mei dua ribu sembilan) Nomor : 12.33.77.3456.9845.1300087 yang berlaku
sampai dengan tanggal 22-04-2014 (Dua puluh dua April dua ribu empat
belas), Warga Negara Indonesia, yang diwakili dalam jabatannya tersebut
serta sah mewakili direksi, dari dan oleh karena itu untuk dan atas nama
PT BANK BETUL SEHAT berkedudukan di kotamadya Jakarta Pusat, Menara
Betul Sehat Lantai 10, Jalan Jendral Gatot Soebroto Nomor 2, yang
anggaran dasarnya telah dimuat dalam :
- Akta tanggal 02-10-1999
(Dua Oktober seribu sembilan ratus sembilan puluh sembilan), yang
dibuat dihadapan AGUSTUS, Sarjana Hukum, Notaris di Jakarta, yang
anggaran dasar dan perubahan-perubahannya telah diumumkan dalam
Berita-Berita Negara Republik Indonesia berturut-turut :
- tertanggal 15-10-1999 (Lima belas Oktober seribu sembilan ratus sembilan puluh sembilan) Nomor : 81 Tambahan Nomor : 2111/1999.
- tertanggal 11-01-2000 (Sebelas Januari dua ribu) Nomor : 10 Tambahan Nomor: 11/2000.
- tertanggal 03-11-2000 (Tiga November dua ribu) Nomor : 97 Tambahan Nomor: 11286/2000.
- tertanggal 04-05-2003 (Empat Mei dua ribu tiga) Nomor : 32 Tambahan Nomor: 467/2003.
- tertanggal 06-06-2005 (Enam Juni dua ribu lima) Nomor : 50 Tambahan Nomor: 679/2005.
- tertanggal 16-08-2007 (Dua puluh tiga September dua ribu tujuh) Nomor : 66 Tambahan Nomor: 1312/2007.
Yang
telah disesuaikan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 sebagaimana
ternyata dalam akta tertanggal 23-03-2008 (Dua puluh tiga Maret dua ribu
delapan) Nomor : 46, dibuat dihadapan AGUSTUS, Sarjana Hukum, Notaris
di Jakarta, dan telah mendapat persetujuan dari Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia Republik Indonesia sebagaimana ternyata dalam Surat
Keputusannya tertanggal 01-04-2008 (Satu April dua ribu delapan) Nomor :
AHU-26973.AH.01.02. Tahun 2008, yang susunan pengurusannya terakhir
dirubah dengan akta tertanggal 04-04-2008 (Empat April dua ribu delapan)
Nomor : 03, dibuat oleh AGUSTUS, Sarjana Hukum, Notaris tersebut dan
laporannya telah diterima dan dicatat didalam database Sisminbakum
Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia tertanggal
25-04-2008 (Dua puluh lima April dua ribu delapan) Nomor :
AHU-AH.01.10-15448.
Yang
untuk melakukan tindakan hukum dalam akta ini telah mendapat
persetujuan dari Dewan Komisaris perseroan sebagaimana ternyata dalam
Surat Persetujuan Dewan Komisaris PT BANK BETUL SEHAT tanggal 05-01-2010
(Lima Januari dua ribu sepuluh) Nomor : 07, yang dibuat dihadapan
AGUSTUS, Sarjana Hukum, Notaris di Jakarta, yang salinan resminya
bermeterai cukup diperlihatkan kepada saya, Notaris, demikian guna
memenuhi ketentuan Pasal 11 Anggaran Dasar Perseroan Tersebut.
- Untuk selanjutnya disebut sebagai PIHAK PERTAMA.
II. Nona
LANGSINGSEKALI, lahir di Semarang pada tanggal 06-03-1975 (Enam Maret
seribu sembilan ratus tujuh puluh lima), Warga Negara Indonesia, Swasta,
bertempat tinggal di Jakarta, Jalan Bendungan Hilir Nomor 123, Rukun
Tetangga 004/Rukun Warga 001, Kelurahan Karetengsin, Kecamatan Karet,
Jakarta Pusat, pemegang Kartu Tanda Penduduk tanggal 12-12-2008 (Dua
belas Desember dua ribu delapan) Nomor : 14.23.66.3964.2966.1700054 yang
berlaku sampai dengan tanggal 06-03-2013 (Enam Maret dua ribu tiga
belas).
- Menurut
keterangannya dalam hal ini bertindak selaku Pesero Pengurus dengan
gelar Direktur dari dan oleh karena itu untuk dan atas nama Perseroan
Komanditer CV. TERANGTERUS, berkedudukan di kotamadya Jakarta Pusat,
yang anggaran dasarnya dimuat di dalam Akta tanggal 14-02-2008 (Empat
belas Februari dua ribu delapan), Nomor : 25, yang dibuat dihadapan
ANITA, Sarjana Hukum, Notaris di Jakarta, yang salinan resminya
bermeterai cukup diperlihatkan kepada saya, Notaris, dan Anggaran Dasar
tersebut telah didaftarkan di kantor panitera Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat tanggal 20-02-2008 (Dua puluh Februari dua ribu delapan), Nomor :
30/CV/PN JAKPUS/2008, yang untuk melakukan tindakan hukum dalam akta ini
telah mendapat persetujuan dari Pesero Komanditer yaitu Tuan GATOT,
Sarjana Ekonomi, lahir di Samarinda pada tanggal 10-10-1960 (Sepuluh
Oktober seribu sembilan ratus enam puluh), Warga Negara Indonesia,
Swasta, bertempat tinggal di Jakarta, Jalan MH. Thamrin Nomor 9, Rukun
Tetangga 011/Rukun Warga 006, Kelurahan Tanah Abang, Kecamatan Tanah
Abang, Jakarta Pusat, pemegang Kartu Tanda Penduduk tanggal 09-07-2009
(Sembilan Juli dua ribu sembilan) Nomor : 11.12.33.4678.5974.1600099
yang berlaku sampai dengan tanggal 10-10-2014 (Sepuluh Oktober dua ribu
empat belas), sebagaimana ternyata dalam Surat Persetujuan Pesero
Komanditer CV. TERANGTERUS yang dibuat dibawah tangan bermeterai cukup
tertanggal 09-05-2010 (Sembilan Mei dua ribu sepuluh) yang dilegalisasi
oleh ANITA, Sarjana Hukum, Notaris di Jakarta, pada tanggal 09-05-2010
(Sembilan Mei dua ribu sepuluh) Nomor : 1234/LEG/NOT/2010, yang aslinya
dijahitkan pada minuta akta ini, demikian guna memenuhi ketentuan Pasal 5
Anggaran Dasar Perseroan tersebut.
- Untuk selanjutnya disebut sebagai PIHAK KEDUA.
- Para penghadap saya, Notaris kenal.
DEMIKIANLAH AKTA INI
Dibuat sebagai Minuta dan dilangsungkan di Jakarta pada hari dan tanggal tersebut dalam kepala akta ini, dengan
dihadiri oleh :
1. SANTI
NURAINI, Sarjana Hukum, lahir di Jakarta pada tanggal 26-07-1986 (Dua
puluh enam Juli seribu sembilan ratus delapan puluh enam), yang
bertempat tinggal di Jakarta, Jalan Krendang Raya Nomor 5, Rukun
Tetangga 006/Rukun Warga 001, Kelurahan Jembatan Lima, Kecamatan
Jembatan Lima, Jakarta Barat, pemegang Kartu Tanda Penduduk tanggal
05-08-2007 (Lima Agustus dua ribu tujuh) Nomor :
11.23.66.4590.3560.1100062 yang berlaku sampai dengan tanggal 26-07-2012
(Dua puluh enam Juli dua ribu dua belas).
2. ASIH
PRIANTI, Sarjana Hukum, lahir di Padang pada tanggal 11-01-1987
(Sebelas Januari seribu sembilan ratus delapan puluh tujuh), yang
bertempat tinggal di Jakarta, Jalan Lenteng Agung Nomor 65, Rukun
Tetangga 01/Rukun Waega 001, Kelurahan Kalibata, Kecamatan Kalibata,
Jakarta Selatan, pemegang Kartu Tanda Penduduk tanggal 12-02-2010 (Dua
belas Februari dua ribu sepuluh) Nomor : 13.22.36.1890.3216.1500069 yang
berlaku sampai dengan tanggal 11-01-2015 (Sebelas Januari dua ribu lima
belas).
Keduanya Asisten Notaris bertempat tinggal di Jakarta, yang saya, Notaris kenal sebagai saksi.
Segera
setelah akta ini saya, Notaris bacakan kepada para penghadap dan
saksi-saksi, maka akta ini ditanda tangani oleh penghadap Tuan PATRIOT,
Sarjana Hukum, saksi-saksi, dan saya, Notaris, sedangkan penghadap
Nona
LANGSINGSEKALI membubuhkan tanda dengan cap jempol ibu jari kanannya,
karena menurut keterangannya ia kidal dan pada saat penandatanganan akta
ini tangan kirinya sedang digips.
- Dilangsungkan dengan
AKTA JUAL BELI (KOMPARISI)
Kasus :
Tuan HASAN yang beristrikan Nyonya ZULAEHA yang telah meninggal dunia terlebih dahulu darinya, bermaksud menjual tanah dan bangunan yang tertulis atas nama Nyonya ZULAEHA, perlu anda ketahui, mereka mempunyai dua orang anak, yang satu bernama AMINAH (21 Tahun), yang satu lagi bernama ABDULLAH (15 Tahun).
Buatlah hanya komparisinya, bila harta yang mau dijual itu masih tertulis atas nama istrinya.
Jawaban :
I. 1. Tuan HASAN, lahir di Jakarta pada tanggal 20-08-1954 (Dua puluh Agustus seribu sembilan ratus lima puluh empat), Warga Negara Indonesia, Swasta, bertempat tinggal di Jakarta, Jalan Bendungan Hilir Nomor 123, Rukun Tetangga 001/Rukun Warga 005, Kelurahan Karetengsin, Kecamatan Karet, Jakarta Pusat, pemegang Kartu Tanda Penduduk Nomor : 11.45.67.5678/9056/1500087 yang berlaku sampai dengan tanggal 20-08-2012 (Dua puluh Agustus dua ribu dua belas).
- Menurut keterangannya dalam hal ini bertindak :
a. - Untuk diri sendiri.
b. - Selaku orang tua yang hidup terlama dan karenanya demi hukum selaku wali dari dan oleh karena itu untuk dan atas nama anaknya yang masih dibawah umur bernama Tuan ABDULLAH, lahir di Jakarta pada tanggal 05-02-1995 (Lima Februari seribu sembilan ratus sembilan puluh lima), Warga Negara Indonesia, Pelajar, bertempat tinggal bersama dengan ayahnya tersebut. Dan untuk melakukan tindakan hukum dalam akta ini telah mendapat izin dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 01-03-2010 (Satu Maret dua ribu sepuluh) Nomor : I/KPT/III/2010 yang kutipan resminya bermeterai cukup diperlihatkan kepada saya, Notaris.
2. Nona AMINAH, lahir di Jakarta pada tangal 06-06-1988 (Enam Juni seribu sembilan ratus delapan puluh delapan), Warga Negara Indonesia, Karyawati, bertempat tinggal di Jakarta, Jalan Bendungan Hilir Nomor 123, Rukun Tetangga 001/Rukun Warga 005,Kelurahan Karetengsin, Kecamatan Karet, Jakarta Pusat, pemegang Kartu Tanda Penduduk Nomor : 11.22.33.4567/4897/1300066 yang berlaku sampai dengan tanggal 06-06-2014 (Enam Juni dua ribu empat belas).
- Menurut keterangannya mereka adalah selaku para ahli waris dari Almarhumah Nyonya ZULAEHA, semasa hidupnya Ibu Rumah Tangga, telah meninggal dunia di Jakarta, tempat tinggalnya yang terakhir pada tanggal 15-02-2010 (Lima belas Februari dua ribu sepuluh) sebagaimana ternyata dalam kutipan akta kematian Nomor 721/2010 tanggal 25-02-2010 (Dua puluh lima Februari dua ribu sepuluh) yang dikeluarkan oleh Kantor Catatan Sipil Jakarta Pusat yang diperlihatkan kepada saya, Notaris.
- Untuk selanjutnya disebut sebagai PIHAK PERTAMA.
II. Tuan MARUNDA, lahir di Magelang pada tanggal 07-09-1960 (Tujuh September seribu sebilan ratus enam puluh), Warga Negara Indonesia, Swasta, bertempat tinggal di Jakarta, Jalan Cikini Nomor 22, Rukun Tetangga 002/Rukun Warga 004, Kelurahan Menteng, Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat, pemegang Kartu Tanda Penduduk Nomor : 11.56.88.2345/0976/1500069 yang berlaku sampai dengan tanggal 07-09-2011 (Tujuh September dua ribu sebelas).
- Untuk selanjutnya disebut sebagai PIHAK KEDUA.
- Para Penghadap saya, Notaris kenal.
Tuan HASAN yang beristrikan Nyonya ZULAEHA yang telah meninggal dunia terlebih dahulu darinya, bermaksud menjual tanah dan bangunan yang tertulis atas nama Nyonya ZULAEHA, perlu anda ketahui, mereka mempunyai dua orang anak, yang satu bernama AMINAH (21 Tahun), yang satu lagi bernama ABDULLAH (15 Tahun).
Buatlah hanya komparisinya, bila harta yang mau dijual itu masih tertulis atas nama istrinya.
Jawaban :
I. 1. Tuan HASAN, lahir di Jakarta pada tanggal 20-08-1954 (Dua puluh Agustus seribu sembilan ratus lima puluh empat), Warga Negara Indonesia, Swasta, bertempat tinggal di Jakarta, Jalan Bendungan Hilir Nomor 123, Rukun Tetangga 001/Rukun Warga 005, Kelurahan Karetengsin, Kecamatan Karet, Jakarta Pusat, pemegang Kartu Tanda Penduduk Nomor : 11.45.67.5678/9056/1500087 yang berlaku sampai dengan tanggal 20-08-2012 (Dua puluh Agustus dua ribu dua belas).
- Menurut keterangannya dalam hal ini bertindak :
a. - Untuk diri sendiri.
b. - Selaku orang tua yang hidup terlama dan karenanya demi hukum selaku wali dari dan oleh karena itu untuk dan atas nama anaknya yang masih dibawah umur bernama Tuan ABDULLAH, lahir di Jakarta pada tanggal 05-02-1995 (Lima Februari seribu sembilan ratus sembilan puluh lima), Warga Negara Indonesia, Pelajar, bertempat tinggal bersama dengan ayahnya tersebut. Dan untuk melakukan tindakan hukum dalam akta ini telah mendapat izin dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 01-03-2010 (Satu Maret dua ribu sepuluh) Nomor : I/KPT/III/2010 yang kutipan resminya bermeterai cukup diperlihatkan kepada saya, Notaris.
2. Nona AMINAH, lahir di Jakarta pada tangal 06-06-1988 (Enam Juni seribu sembilan ratus delapan puluh delapan), Warga Negara Indonesia, Karyawati, bertempat tinggal di Jakarta, Jalan Bendungan Hilir Nomor 123, Rukun Tetangga 001/Rukun Warga 005,Kelurahan Karetengsin, Kecamatan Karet, Jakarta Pusat, pemegang Kartu Tanda Penduduk Nomor : 11.22.33.4567/4897/1300066 yang berlaku sampai dengan tanggal 06-06-2014 (Enam Juni dua ribu empat belas).
- Menurut keterangannya mereka adalah selaku para ahli waris dari Almarhumah Nyonya ZULAEHA, semasa hidupnya Ibu Rumah Tangga, telah meninggal dunia di Jakarta, tempat tinggalnya yang terakhir pada tanggal 15-02-2010 (Lima belas Februari dua ribu sepuluh) sebagaimana ternyata dalam kutipan akta kematian Nomor 721/2010 tanggal 25-02-2010 (Dua puluh lima Februari dua ribu sepuluh) yang dikeluarkan oleh Kantor Catatan Sipil Jakarta Pusat yang diperlihatkan kepada saya, Notaris.
- Untuk selanjutnya disebut sebagai PIHAK PERTAMA.
II. Tuan MARUNDA, lahir di Magelang pada tanggal 07-09-1960 (Tujuh September seribu sebilan ratus enam puluh), Warga Negara Indonesia, Swasta, bertempat tinggal di Jakarta, Jalan Cikini Nomor 22, Rukun Tetangga 002/Rukun Warga 004, Kelurahan Menteng, Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat, pemegang Kartu Tanda Penduduk Nomor : 11.56.88.2345/0976/1500069 yang berlaku sampai dengan tanggal 07-09-2011 (Tujuh September dua ribu sebelas).
- Untuk selanjutnya disebut sebagai PIHAK KEDUA.
- Para Penghadap saya, Notaris kenal.
AKTA PERJANJIAN KAWIN (KOMPARISI)
Kasus :
Nona CERIWIS yang berumur 17 tahun bermaksud untuk menandatangani perjanjian pernikahan dengan calon suaminya bernama Tuan BOGIMAN yang telah berusia 25 tahun, pada saat penandatanganan akta di Notaris, Nona CERIWIS membawa kedua orang tuanya Tuan BORIS dan Nyonya CELAMITAN.
Buatlah hanya komparisinya saja.
Jawaban :
I. Tuan BOGIMAN, lahir di Malang pada tanggal 15-05-1984(Lima belas Mei seribu sembilan ratus delapan puluh empat), Warga Negara Indonesia, Pegawai Negeri Sipil, bertempat tinggal di Jakarta, Jalan Bendungan Hilir Nomor 123, Rukun Tetangga 003/ Rukun Warga 005, Kelurahan Karetengsin, Kecamatan Karet, Jakarta Pusat, Pemegang Kartu Tanda Penduduk Nomor : 12.98.67.2347/9843/1100066 yang berlaku sampai dengan tanggal 15-05-2012 (Lima belas Mei dua ribu dua belas).
- Untuk selanjutnya disebut sebagai PIHAK PERTAMA.
II. Nona CERIWIS, lahir di Jakarta pada tanggal 11-12-1992 (Sebelas Desember seribu sembilan ratus sembilan puluh dua), Warga Negara Indonesia, Swasta, bertempat tinggal di Jalan Salemba Tengah Nomor 45, Rukun Tetangga 004/Rukun Warga 006, Kelurahan Salemba, Kecamatan Senen, Jakarta Pusat, pemegang Kartu Tanda Penduduk Nomor : 12.23.45.6754/2312/1100069 yang berlaku sampai dengan tanggal 11-12-2014 (Sebelas Desember dua ribu empat belas).
- Menurut keterangannya untuk melakukan tindakan hukum dalam akta ini dibantu oleh kedua orang tuanya yang turut hadir dihadapan saya, Notaris dan saksi-saksi, yaitu :
a. Tuan BORIS, lahir di Padang pada tanggal 20-08-1954 (Dua puluh Agustus seribu sembilan ratus lima puluh empat), Warga Negara Indonesia, Swasta, bertempat tinggal di Jakarta, Jalan Salemba Tengah Nomor 45, Rukun Tetangga 004/Rukun Warga 006, Kelurahan Salemba, Kecamatan Senen, Jakarta Pusat, pemegang Kartu Tanda Penduduk Nomor : 11.25.45.6755/2233/1400067 yang berlaku sampai dengan tanggal 20-08-2011 (Dua puluh Agustus dua ribu sebelas).
b. Nyonya CELAMITAN, lahir di Semarang pada tanggal 01-04-1960 (Satu April seribu sembilan ratus enam puluh), Warga Negara Indonesia, Ibu Rumah Tangga, bertempat tinggal di Jakarta, Jalan Salemba Tengah Nomor 45, Rukun Tetangga 004/Rukun Warga 006, Kelurahan Salemba, Kecamatan Senen, Jakarta Pusat, pemegang Kartu Tanda Penduduk Nomor : 15.32.22.9544/7766/1100045 yang berlaku sampai dengan tanggal 01-04-2015 (Satu April dua ribu lima belas).
- Untuk selanjutnya disebut sebagai PIHAK KEDUA.
Nona CERIWIS yang berumur 17 tahun bermaksud untuk menandatangani perjanjian pernikahan dengan calon suaminya bernama Tuan BOGIMAN yang telah berusia 25 tahun, pada saat penandatanganan akta di Notaris, Nona CERIWIS membawa kedua orang tuanya Tuan BORIS dan Nyonya CELAMITAN.
Buatlah hanya komparisinya saja.
Jawaban :
I. Tuan BOGIMAN, lahir di Malang pada tanggal 15-05-1984(Lima belas Mei seribu sembilan ratus delapan puluh empat), Warga Negara Indonesia, Pegawai Negeri Sipil, bertempat tinggal di Jakarta, Jalan Bendungan Hilir Nomor 123, Rukun Tetangga 003/ Rukun Warga 005, Kelurahan Karetengsin, Kecamatan Karet, Jakarta Pusat, Pemegang Kartu Tanda Penduduk Nomor : 12.98.67.2347/9843/1100066 yang berlaku sampai dengan tanggal 15-05-2012 (Lima belas Mei dua ribu dua belas).
- Untuk selanjutnya disebut sebagai PIHAK PERTAMA.
II. Nona CERIWIS, lahir di Jakarta pada tanggal 11-12-1992 (Sebelas Desember seribu sembilan ratus sembilan puluh dua), Warga Negara Indonesia, Swasta, bertempat tinggal di Jalan Salemba Tengah Nomor 45, Rukun Tetangga 004/Rukun Warga 006, Kelurahan Salemba, Kecamatan Senen, Jakarta Pusat, pemegang Kartu Tanda Penduduk Nomor : 12.23.45.6754/2312/1100069 yang berlaku sampai dengan tanggal 11-12-2014 (Sebelas Desember dua ribu empat belas).
- Menurut keterangannya untuk melakukan tindakan hukum dalam akta ini dibantu oleh kedua orang tuanya yang turut hadir dihadapan saya, Notaris dan saksi-saksi, yaitu :
a. Tuan BORIS, lahir di Padang pada tanggal 20-08-1954 (Dua puluh Agustus seribu sembilan ratus lima puluh empat), Warga Negara Indonesia, Swasta, bertempat tinggal di Jakarta, Jalan Salemba Tengah Nomor 45, Rukun Tetangga 004/Rukun Warga 006, Kelurahan Salemba, Kecamatan Senen, Jakarta Pusat, pemegang Kartu Tanda Penduduk Nomor : 11.25.45.6755/2233/1400067 yang berlaku sampai dengan tanggal 20-08-2011 (Dua puluh Agustus dua ribu sebelas).
b. Nyonya CELAMITAN, lahir di Semarang pada tanggal 01-04-1960 (Satu April seribu sembilan ratus enam puluh), Warga Negara Indonesia, Ibu Rumah Tangga, bertempat tinggal di Jakarta, Jalan Salemba Tengah Nomor 45, Rukun Tetangga 004/Rukun Warga 006, Kelurahan Salemba, Kecamatan Senen, Jakarta Pusat, pemegang Kartu Tanda Penduduk Nomor : 15.32.22.9544/7766/1100045 yang berlaku sampai dengan tanggal 01-04-2015 (Satu April dua ribu lima belas).
- Untuk selanjutnya disebut sebagai PIHAK KEDUA.
AKTA SEWA MENYEWA (TUGAS TGL 14 APRIL 2010)
Kasus :
Nyonya ATALARIK, Sarjana Ekonomi yang bersama-sama dengan suaminya Tuan RAULINDO memiliki sebuah rumah yang akan disewakan kepada CV. ALUMINDO berkedudukan di Jakarta Selatan, pesero pengurus dari CV tersebut bernama Tuan ROY MARTINO sedangkan pesero komanditer adalah Tuan GADING MARTINO yang turut hadir menandatangani akta tersebut Anggaran Dasar CV dibuat dihadapan Tuan TEGAP PERKASA, Sarjana Hukum, Notaris di Jakarta, tertanggal 15 Januari 2010 Nomor : 100.- dan telah didaftarkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, tanggal....Nomor....
Buatlah kepala, komparisi, dan akhir aktanya bila pada saat penghadap menghadap saudara Tuan GADING MARTINO tidak dapat mendengar apa yang saudara bacakan karena telinganya sedang sakit.
Jawaban :
Pada hari ini, hari Rabu tanggal 14-04-2010 (Empat belas April dua ribu sepuluh); Pukul 09.00 WIB (Sembilan Waktu Indonesia Barat).
Berhadapan dihadapan saya, ANISA LESTARI, Sarjana Hukum, Magister Kenotariatan, Notaris di Jakarta, dengan dihadiri oleh saksi-saksi yang nama-namanya akan disebutkan dalam akhir akta ini.
I. a. Tuan RAULINDO, lahir di Yogyakarta, pada tanggal 01-03-1960 (Satu Maret seribu sembilan ratus enam puluh), Warga Negara Indonesia, Swasta, bertempat tinggal di Jakarta, Jalan Bendungan Hilir Nomor 123, Rukun Tetangga 001/Rukun Warga 005, Kelurahan Karetengsin, Kecamatan Karet, Jakarta Pusat, Pemegang Kartu Tanda Penduduk Nomor : 12.33.23.4567/8976/1100067 yang berlaku sampai dengan tanggal 01-03-2011 (Satu Maret dua ribu sebelas).
b. Nyonya ATALARIK, Sarjana Ekonomi, lahir di Surabaya, pada tanggal 05-04-1965 (Lima April seribu sembilan ratus enam puluh lima), Warga Negara Indonesia, Karyawati, bertempat tinggal di Jakarta, Jalan Bendungan Hilir Nomor 123, Rukun Tetangga 001/Rukun Warga 005, Kelurahan Karetengsin, Kecamatan Karet, Jakarta Pusat, Pemegang Kartu Tanda Penduduk Nomor : 13.23.45.6789/2345/1300098 yang berlaku sampai dengan tanggal 05-04-2012 (Lima April dua ribu dua belas).
- Menurut keterangan mereka, mereka adalah suami dan istri dan dengan ini telah saling memberikan persetujuan untuk melakukan tindakan hukum dalam akta ini.
- Untuk selanjutnya disebut sebagai PIHAK PERTAMA.
II. Tuan ROY MARTINO, lahir di Jakarta, pada tanggal 10-10-1960 (Sepuluh Oktober seribu sembilan ratus enam puluh), Warga Negara Indonesia, Swasta, bertempat tinggal di Jakarta , Jalan Lenteng Agung Nomor 45, Rukun Tetangga 002/Rukun Warga 005, Kelurahan Kalibata, Kecamatan Kalibata, Jakarta Selatan, pemegang Kartu Tanda Penduduk Nomor : 12.34.22.2345/8765/1200045 yang berlaku sampai dengan tanggal 10-10-2014 (Sepuluh Oktober dua ribu empat belas).
- Menurut keterangannya dalam hal ini bertindak selaku Pesero Pengurus dengan gelar direktur dari dan oleh karena itu sah bertindak untuk dan atas nama Perseroan Komanditer CV. ALUMINDO berkedudukan di Jakarta Selatan, yang Anggaran Dasarnya dimuat dalam akta tertanggal 15-01-2010 (Lima belas Januari dua ribu sepuluh) Nomor : 100, dibuat dihadapan Tuan TEGAP PERKASA, Sarjana Hukum, Notaris di Jakarta, yang salinan resminya bermeterai cukup diperlihatkan kepada saya, Notaris, Anggaran Dasar tersebut telah didaftarkan di Kantor Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada tanggal 18-01-2010 (Delapan belas Januari dua ribu sepuluh) Nomor : 15/CV/PN JAKSEL/2010, yang untuk melakukan tindakan hukum dalam akta ini telah mendapat persetujuan dari Pesero Komanditer, Tuan GADING MARTINO, lahir di Brebes, pada tanggal 04-04-1967 (Empat April seribu sembilan ratus enam puluh tujuh), Warga Negara Indonesia, Swasta, bertempat tinggal di Jakarta, Jalan Bangka Nomor 7, Rukun Tetangga 006/Rukun Warga 004, Keluarahan Kemang, Kecamatan Kemang Raya, Jakarta Selatan, Pemegang Kartu Tanda Penduduk Nomor : 13.98.20.4566/3452/1100056 yang berlaku sampai dengan tanggal 04-04-2011 (Empat April dua ribu sebelas), yang turut hadir dihadapan saya, Notaris dan saksi-saksi serta menandatangani akta ini sebagai tanda persetujuannya guna memenuhi ketentuan Pasal 5 Anggaran Dasar perseroan tersebut.
- Untuk selanjutnya disebut sebagai PIHAK KEDUA.
- Para penghadap saya, Notaris kenal.
Nyonya ATALARIK, Sarjana Ekonomi yang bersama-sama dengan suaminya Tuan RAULINDO memiliki sebuah rumah yang akan disewakan kepada CV. ALUMINDO berkedudukan di Jakarta Selatan, pesero pengurus dari CV tersebut bernama Tuan ROY MARTINO sedangkan pesero komanditer adalah Tuan GADING MARTINO yang turut hadir menandatangani akta tersebut Anggaran Dasar CV dibuat dihadapan Tuan TEGAP PERKASA, Sarjana Hukum, Notaris di Jakarta, tertanggal 15 Januari 2010 Nomor : 100.- dan telah didaftarkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, tanggal....Nomor....
Buatlah kepala, komparisi, dan akhir aktanya bila pada saat penghadap menghadap saudara Tuan GADING MARTINO tidak dapat mendengar apa yang saudara bacakan karena telinganya sedang sakit.
Jawaban :
SEWA MENYEWA
Nomor : 05.-
Nomor : 05.-
Pada hari ini, hari Rabu tanggal 14-04-2010 (Empat belas April dua ribu sepuluh); Pukul 09.00 WIB (Sembilan Waktu Indonesia Barat).
Berhadapan dihadapan saya, ANISA LESTARI, Sarjana Hukum, Magister Kenotariatan, Notaris di Jakarta, dengan dihadiri oleh saksi-saksi yang nama-namanya akan disebutkan dalam akhir akta ini.
I. a. Tuan RAULINDO, lahir di Yogyakarta, pada tanggal 01-03-1960 (Satu Maret seribu sembilan ratus enam puluh), Warga Negara Indonesia, Swasta, bertempat tinggal di Jakarta, Jalan Bendungan Hilir Nomor 123, Rukun Tetangga 001/Rukun Warga 005, Kelurahan Karetengsin, Kecamatan Karet, Jakarta Pusat, Pemegang Kartu Tanda Penduduk Nomor : 12.33.23.4567/8976/1100067 yang berlaku sampai dengan tanggal 01-03-2011 (Satu Maret dua ribu sebelas).
b. Nyonya ATALARIK, Sarjana Ekonomi, lahir di Surabaya, pada tanggal 05-04-1965 (Lima April seribu sembilan ratus enam puluh lima), Warga Negara Indonesia, Karyawati, bertempat tinggal di Jakarta, Jalan Bendungan Hilir Nomor 123, Rukun Tetangga 001/Rukun Warga 005, Kelurahan Karetengsin, Kecamatan Karet, Jakarta Pusat, Pemegang Kartu Tanda Penduduk Nomor : 13.23.45.6789/2345/1300098 yang berlaku sampai dengan tanggal 05-04-2012 (Lima April dua ribu dua belas).
- Menurut keterangan mereka, mereka adalah suami dan istri dan dengan ini telah saling memberikan persetujuan untuk melakukan tindakan hukum dalam akta ini.
- Untuk selanjutnya disebut sebagai PIHAK PERTAMA.
II. Tuan ROY MARTINO, lahir di Jakarta, pada tanggal 10-10-1960 (Sepuluh Oktober seribu sembilan ratus enam puluh), Warga Negara Indonesia, Swasta, bertempat tinggal di Jakarta , Jalan Lenteng Agung Nomor 45, Rukun Tetangga 002/Rukun Warga 005, Kelurahan Kalibata, Kecamatan Kalibata, Jakarta Selatan, pemegang Kartu Tanda Penduduk Nomor : 12.34.22.2345/8765/1200045 yang berlaku sampai dengan tanggal 10-10-2014 (Sepuluh Oktober dua ribu empat belas).
- Menurut keterangannya dalam hal ini bertindak selaku Pesero Pengurus dengan gelar direktur dari dan oleh karena itu sah bertindak untuk dan atas nama Perseroan Komanditer CV. ALUMINDO berkedudukan di Jakarta Selatan, yang Anggaran Dasarnya dimuat dalam akta tertanggal 15-01-2010 (Lima belas Januari dua ribu sepuluh) Nomor : 100, dibuat dihadapan Tuan TEGAP PERKASA, Sarjana Hukum, Notaris di Jakarta, yang salinan resminya bermeterai cukup diperlihatkan kepada saya, Notaris, Anggaran Dasar tersebut telah didaftarkan di Kantor Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada tanggal 18-01-2010 (Delapan belas Januari dua ribu sepuluh) Nomor : 15/CV/PN JAKSEL/2010, yang untuk melakukan tindakan hukum dalam akta ini telah mendapat persetujuan dari Pesero Komanditer, Tuan GADING MARTINO, lahir di Brebes, pada tanggal 04-04-1967 (Empat April seribu sembilan ratus enam puluh tujuh), Warga Negara Indonesia, Swasta, bertempat tinggal di Jakarta, Jalan Bangka Nomor 7, Rukun Tetangga 006/Rukun Warga 004, Keluarahan Kemang, Kecamatan Kemang Raya, Jakarta Selatan, Pemegang Kartu Tanda Penduduk Nomor : 13.98.20.4566/3452/1100056 yang berlaku sampai dengan tanggal 04-04-2011 (Empat April dua ribu sebelas), yang turut hadir dihadapan saya, Notaris dan saksi-saksi serta menandatangani akta ini sebagai tanda persetujuannya guna memenuhi ketentuan Pasal 5 Anggaran Dasar perseroan tersebut.
- Untuk selanjutnya disebut sebagai PIHAK KEDUA.
- Para penghadap saya, Notaris kenal.
DEMIKIANLAH AKTA INI
Dibuat sebagai minuta dan diangsungkan di Jakarta, pada hari dan tanggal tersebut dalam kepala akta ini, dengan dihadiri oleh :1.
Nona SANTI NURAINI, Sarjana Hukum, Lahir di Jakarta pada tanggal
26-07-1986 (Dua puluh enam Juli seribu sembilan ratus delapan puluh
enam), bertempat tinggal di Jakarta, Jalan Krendang Raya Nomor 3, Rukun
Tetangga 001/Rukun Warga 01, Kelurahan Jembatan Lima, Kecamatan Jembatan
Lima, Jakarta Barat, pemegang Kartu Tanda Penduduk Nomor :
11.22.34.2345/6789/1200089 yang berlaku sampai dengan tanggal 26-07-2014
(Dua puluh enam Juli dua ribu empat belas).2.
Nona ASIH PRIANTI, Sarjana Hukum, lahir di Semarang pada tanggal
11-01-1987 (Sebelas Januari seribu sembilan ratus delapan puluh tujuh),
bertempat tinggal di Jakarta, Jalan Cikini Nomor 22, Rukun Tetangga
002/Rukun Warga 004, Kelurahan Menteng, Kecamatan Menteng, Jakarta
Pusat, pemegang Kartu Tanda Penduduk Nomor : 13.23.44.5678/9876/1300067
yang berlaku sampai dengan tanggal 11-01-2011 (Sebelas Januari dua ribu
sebelas).Keduanya Asisten Notaris, bertempat tinggal di Jakarta, yang saya, Notaris kenal sebagai saksi.Segera
setelah akta ini saya, Notaris bacakan kepada para penghadap dan
saksi-saksi, serta dibaca sendiri oleh penghadap Tuan GADING MARTINO,
yang menurut keterangannya telinganya sedang sakit tidak dapat mendengar
apa yang saya, Notaris bacakan, maka akta ini ditanda tangani oleh para
penghadap, saksi-saksi, dan saya, Notaris.- Dilangsungkan dengan.
PIHAK PERTAMA PIHAK KEDUA,
materai Rp. 6000,-
tgl : 11/02/2010
RAULINDO ATALARIK, SE ROY MARTINO GADING MARTINO
materai Rp. 6000,-
tgl : 11/02/2010
RAULINDO ATALARIK, SE ROY MARTINO GADING MARTINO
SAKSI-SAKSI
SANTI NURAINI,S.H. ASIH PRIANTI, S.H.
SANTI NURAINI,S.H. ASIH PRIANTI, S.H.
Notaris di Jakarta
ANISA LESTARI, S.H.,MKn.
ANISA LESTARI, S.H.,MKn.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar